air terjun NDOLO - Kediri - Jawa Timur

Kamis, 03 November 2011

MAKRIFAT SUWUNG


Di sunting dari Blog KI SUWUNG BUWONO
Hampir empat puluh enam tahun dia bertapa di Alas Ketangga, kini dia telah datang dengan membaca pencerahan. Inilah catatan pendakian spiritual KI SUWUNG BUWONO setelah mencari SUWUNG SEJATI.
Menurut Ki Suwung, keadaan jiwa atau hati yang telah mendapatkan wahyu atau ilham biasa dianalogikan dengan menerima CAHAYA. “Wahyu atau kata-kata Tuhan diungkapkan ke dalam bahasa manusia dengan kata CAHAYA. Sebab wahyu itu sendiri (an sich) tidak bisa diungkapkan dengan bahasa manusia. Wahyu adalah bahasa Tuhan, yang berbeda dengan bahasa manusia. Namun wahyu alias ilham bisa dipahami oleh orang yang menerimanya, bahkan hewan dan alam pun mampu memahami bahasa Tuhan” katanya menerangkan.
IHLAM menurut Ki Suwung bisa ditafsirkan sebagai: DISUSUPKANNYA KEDALAM HATI YANG MAMPU MENANGKAP VIBRASI/GETARAN YANG DAPAT DIPERGUNAKAN UNTUK MEMBEDAKAN ANTARA YANG SESAT DAN YANG PETUNJUK, dan mungkin hal ini di jaman kita sekarang ini dikenal dengan istilah MATA HATI.
Tibalah Ki Suwung menceriterakan akhir perjalanan spiritualnya. “Mohon maaf bila saya terpaksa harus menjabarkan ILMU MA’RIFAT, yaitu ilmu untuk mengenal dzat, sifat dan perbuatan Tuhan. Selain ilmu, hendaknya melakukan KOMUNIKASI KEPADA TUHAN SERTA PASRAH DIRI SECARA TOTAL. Kepasrahan adalah menggantungkan sikap jiwa untuk patuh kepada Tuhan dengan segenap tata cara ngelmu dan laku yang telah ditentukan, agar kita mendapatkan cahaya keimanan yang lebih dalam..” ujarnya kalem.
Tidak biasa Ki Suwung berkata kata serius seperti pagi ini. Dia biasanya begejekan, suka gojeg dan sesekali biasanya dia membeberkan ilmu kawicaksanan dengan mesam-mesem. Namun kali ini, dia lain. Dia terlihat sangat serius. Matanya sesekali melihat ke langit. Mungkin menunggu petunjuk Tuhan agar dia tidak salah ucap. Berikut wawancara antara saya dengan Ki Suwung:
WONG ALUS: Kenapa Tuhan memberikan perimpamaan petunjuk itu dengan dzat cahaya, kok tidak dengan air, tanah atau yang lain?
KI SUWUNG: “Sebab Tuhan paham sifat-sifat cahaya. Cahaya itu bersemayam di dalam HATI ORANG-ORANG YANG TERPILIH DAN DIKEHENDAKI-NYA. Dengan cahaya itu Tuhan membimbing dan menuntun hati agar mampu memahami ayat-ayat Tuhan serta nasehat-nasehat Tuhan. Tuhan-lah yang akan ‘menghantar’ jiwa kita melayang menemui-Nya dan yang akan menunjukkan ‘jalan ruhani’ kita untuk melihat-Nya secara ‘nyata’. Dengan ‘cahaya-Nya’, kita bisa membedakan petunjuk dari syetan atau dari Tuhan swt. Sehingga kita diharapkan untuk selalu bersungguh-sungguh berjalan di jalan Tuhan, sehingga Dia akan memberi cahaya kepada manusia yang menuju jalan-jalan Tuhan, yaitu jalan kebenaran.
WONG ALUS: Lantas apa syarat untuk mendapatkan cahaya petunjuk?
KI SUWUNG: hendaknya kita melakukan perbuatan yang diwajibkan dan dianjurkan-Nya, terus menerus mengingat-Nya secara kontinyu baik berdiri, duduk, maupun berbaring jiwa selalu terjaga. Sebab didalam setiap perilaku itu sejatinya selalu berhadapan dengan Tuhan.Dan akhirnya Tuhan menyambut ingatan kita, dengan sambutan kasih sayang serta memberinya cahaya penerang bagi hatinya yang merelakan dan membuka untuk menerima Tuhan sebagai junjungannya, dengan ditandai rasa tenang yang luar biasa.
WONG ALUS: Saya masih kurang jelas tentang perjalanan rohani yang katanya penuh dengan hambatan, apa saja hambatan untuk bertemu Tuhan?.
KI SUWUNG: Dalam agama, hambatan ini kerap ditunjuk dengan istilah HIJAB. Istilah ini muncul setelah orang mulai serius mendalami pengetahuan tentang TATA CARA MENGENAL TUHAN dengan segala cara ibadah sampainya seseorang kepada tingkat IKHLAS. Yaitu ORANG YANG BENAR-BENAR BERADA DALAM KEADAAN RELA DAN MENERIMA TUHAN SEBAGAI TUHANNYA SECARA TRANSENDEN.
Hijab adalah tirai penghalang lajunya JIWA menuju SANG PENCIPTA. Penghalang itu adalah kabut yang menutupi MATA HATI, sehingga hati tidak mampu melihat kebenaran yang datang dari Tuhan. CAHAYA TUHAN tidak bisa ditangkap dengan pasti. Dengan demikian manusia akan selalu berada dalam keragu-raguan atau was-was. Karena ketertutupan atau terhijabnya kita atas keberadaan Tuhan disebabkan kebodohan dan sangkaan akan Tuhan yang keliru.
WONG ALUS: Jadi hati merupakan pusat dari segala keburukan juga ya?
KI SUWUNG: Benar, hati memang pusat kemunafikan, kemusyrikan, dan merupakan pusat dari apa yang membuat seorang manusia menjadi manusiawi. Dan pusat ini merupakan tempat dimana mereka bertemu dengan Tuhannya. Merupakan janji Tuhan saat fitrah manusia menanyakan dimanakah Tuhan? Lalu, Tuhan menyatakan diri-Nya berada SANGAT DEKAT. Pertanyaan tentang keberadaan Tuhan sering kali kita mendapatkan jawaban yang tidak memuaskan, bahkan kita mendapatkan cemoohan sebagai orang yang terlalu mengada-ada. Padahal, menanyakan keberadaan Tuhan adalah merupakan pertanyaan dasar manusia.
Didalam kitab suci disebutkan bahwa keberadaan Tuhan sebagai wujud yang sangat dekat. Jawaban atas pertanyaan dimanakah Tuhan diungkap dengan jawaban secara DIMENSIONAL. Jawaban-jawaban tersebut tidak sebatas itu, akan tetapi dilihat dari perspektif seluruh sisi pandangan manusia seutuhnya. Saat pertanyaan itu terlontar “dimanakah Tuhan “, Tuhan menjawab “….Aku ini dekat “, kemudian jawaban meningkat sampai kepada “Aku lebih dekat dari urat leher kalian…atau dimana saja kalian menghadap disitu wujud wajah-Ku ….dan Aku ini maha meliputi segala sesuatu.”
Keempat jawaban tersebut menunjukkan bahwa TUHAN TIDAK BISA DILIHAT HANYA DARI SATU DIMENSI SAJA, AKAN TETAPI TUHAN MERUPAKAN KESEMPURNAAN WUJUD-NYA
Sangat jelas sekali bahwa Tuhan menyebut dirinya “AKU” BERADA MELIPUTI SEGALA SESUATU, dan DIMANA SAJA ENGKAU MENGHADAP DISITU WAJAH-KU BERADA!!! Kalau kita perhatikan jawaban Tuhan, begitu lugas dan tidak merahasiakan sama sekali akan wujud-Nya.
WONG ALUS: Ya, sangat sepakat Ki, namun bagi saya Tuhan masih sulit saya pahami. Mohon pencerahan…
KI SUWUNG: Ilmu Tuhan memang tidak mudah. Karena kesederhanaan Tuhan ini sudah dirusak oleh anggapan bahwa Tuhan sangat jauh. Dan kita hanya bisa membicarakan Tuhan nanti di alam surga. Untuk mengembalikan prasangka kepada pemahaman yang benar kita hendaknya memperhatikan peringatan Tuhan, bahwa Tuhan tidak bisa disetarakan dengan makhluq-Nya.
Tuhan sebagai wujud sejati biasanya ditafsirkan dengan sifat-sifat Nya yang meliputi segala sesuatu. Akan tetapi kalau Tuhan ditafsirkan dengan sifat-sifat-Nya, yang meliputi segala sesuatu akan timbul pertanyaan, kepada apanya kita menyembah? Apakah kepada ilmunya, kepada kekuasaan-Nya atau kepada wujud-Nya? Kalau dijawab dengan kekuasan-Nya atau dengan ilmu-Nya maka akan bertentangan dengan kehendak Tuhan
Sebab manusia diperintahkan menghadapkan wajahnya kepada wajah Dzat yang Maha Mutlak. Sekaligus menghapus pernyataan selama ini yang justru menjauhkan pengetahuan kita tentang dzat, kita menjadi takut kalau membicarakan dzat, padahal kita akan menuju kepada pribadi. TUHAN, BUKAN NAMA, BUKAN SIFAT DAN BUKAN PERBUATAN TUHAN. KITA AKAN BERSIMPUH DIHADAPAN SOSOK-NYA YANG SANGAT DEKAT.
WONG ALUS: Berarti hubungan antara dzat, sifat, nama dan perbuatan Tuhan itu erat ya Ki, mohon penjelasan?
KI SUWUNG: Pemikiran tentang Tuhan pasti menyinggung hubungan antara dzat, sifat, dan perbuatan Tuhan. Diterangkan bahwa dzat meliputi sifat. Sifat menyertai nama. Nama menandai perbuatan. Hubungan-hubungan ini bisa diumpamakan seperti madu dengan rasa manisnya, pasti tidak dapat dipisahkan. Sifat menyertai nama, ibarat matahari dengan sinarnya, pasti tidak bisa dipisahkan. Nama menandai perbuatan, seumpama cermin, orang yang bercermin dengan bayangannya, pasti segala tingkah laku yang bercermin, bayangannya pasti mengikutinya. Perbuatan menjadi wahana dzat, seperti samudra dengan ombaknya, keadaan ombak pasti mengikuti perintah samudra.
Uraian di atas menjelaskan, betapa eratnya hubungan antara dzat, sifat, nama dan perbuatan Tuhan. Hubungan antara dzat, dan sifat ditamsilkan laksana hubungan antara madu dan rasa manisnya. Meskipun pengertian sifat bisa dibedakan dengan dzat namun keduanya tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya.
WONG ALUS: Kalimat Tuhan meliputi segala sesuatu adalah kesempurnaan ..dzat , sifat, asma, dan perbuatan. Sebab kalau hanya disebut sifatnya saja yang meliputi segala sesuatu, lantas ada pertanyan, sifat itu bergantung kepada apa atau siapa ?
KI SUWUNG: Ya, jelas akan bergantung kepada pribadi (Aku) yang memiliki sifat. Kemudian kalau sifat yang meliputi segala sesuatu, kepada siapakah kita menghadap? Kepada Dzat atau sifat Tuhan. Kalau sifat Tuhan sebagai obyek ibadah kita, maka kita telah tersesat, sebab sifat, asma dan perbuatan Tuhan bukanlah sosok dzat yang Maha Mutlak itu sendiri. Semua selain Tuhan adalah AKIBAT ADANYA DZAT. Seperti adanya alam, adanya malaikat, adanya jin dan manusia. Semua ada karena adanya DZAT YANG MAHA AWAL. Seperti perumpamaan madu dan manisnya, sifat manis tidak akan ada kalau madu itu tidak ada. Dan sifat manis itu bukanlah madu. Sebaliknya madu bukanlah sifat manis. Artinya sifat manis tergantung kepada adanya “madu”. Apakah Dzat itu, … seperti apa? Apakah ada orang yang mampu menjabarkan keadaannya ?
Singkat kata, dualitas berkaitan dengan sifat diskursus manusia tentang Tuhan. Untuk bisa memahami Tuhan, kita harus mengerti keterbatasan-keterbatasan konsepsi kita sendiri, karena menurut perspektif ketakperbandingan tak ada yang bisa mengenal Tuhan kecuali Tuhan sendiri. Karena itu kita punya pengertian tentang Tuhan, TUHAN KONSEPSI SAYA DAN “TUHAN” KONSEPSI HAKIKI, YANG BERADA JAUH DILUAR KONSEPSI SAYA. Tuhan yang dibicarakan selalu berkaitan dengan Tuhan dalam “konsepsi saya”. Konsepsi Dzat yang hakiki tidak bisa kita fahami, baik oleh saya maupun Anda. Karena itu kita tidak bisa berbicara tentangnya secara bermakna. bagaimana kita bisa memahami tentang Dia, sedang kata-kata yang ada hanya melemparkan kita keluar dari seluruh konsepsi manusia. Seperti, Dia yang Awal dan yang akhir, Dia yang tampak dan yang tersembunyi, cahaya-Nya tidak di timur dan tidak di barat, tidak laki-laki dan tidak tidak perempuan, tidak serupa dengan ciptaan-Nya.
Kenyataan Tuhan tidak bisa dikenal dan diketahui berasal dari penegasan dasar bahwa DIA tidak sama dengan sesuatu. Karena tuhan secara mutlak dan tak terbatas benar-benar Dzat maha tinggi, sementara kosmos berikut segala isinya hanya bersifat RELATIF maka realitas Tuhan berada jauh diluar pemahaman realitas makhluk. Dzat yang maha mutlak tidak bisa dijangkau oleh yang relatif. Kita dan kosmos (alam) berhubungan dengan Tuhan melalui sifat-sifat-Nya yang menampakkan jejak-jejak dan tanda-tandanya dalam eksistensi kosmos. Kita tidak bisa mengenal dan mengetahui Tuhan dalam dirinya sendiri, tetapi hanya sejauh Tuhan mengungkapkan diri-Nya melalui kosmos (sifat, nama, perbuatan). Sifat, nama, dan perbuatan, secara relatif bisa dirasakan dan difahami MAKNANYA. Akan tetapi DZAT adalah realitas mutlak. Dan untuk memahami secara hakiki harus mampu MENIADAKAN ATAU MEMFANAKAN DIRI, … yaitu memahami bahwa KEBERADAAN MAKHLUK BERSIFAT TIADA.
WONG ALUS: ada gambaran yang sederhana Ki, saya sangat bingung?
KI SUWUNG: Ketika kita melihat kereta api berjalan diatas rel, terbetik dibenak kita suatu pertanyaan. Bagaimana roda-roda yang berat itu bisa bergerak dan lari. Tak lama kemudian kita akan sampai kepada pemikiran tetang alat-alat dan mesin-mesin itulah yang menggerakkan roda yang berat itu. Adakah setelah itu kita dibenarkan jika berpendapat bahwa alat kereta itu sendiri yang menggerakkan kereta tersebut. Perkaranya tidak semudah itu, sebab kita tidak boleh mengabaikan bahwa disana ada masinis yang mengendalikan mesin. Kemudian ada insinyur yang menciptakan rancangan dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan, maka pada hakekatnya tak ada wujud bagi kereta itu, dan tidaklah mungkin terjadi gerakan dan perputaran pada roda-roda tanpa kerja insinyur. Mesin-mesin itu bukanlah akhir dari cerita sebuah kereta api, akan tetapi hakikat yang paling akhir adalah akal yang telah mengadakan mesin itu, kemudian menggerakkan menurut rencana yang telah dipersiapkan.
Mengikuti ilustrasi realitas kereta api, mulai dari gerbong yang digerakkan oleh roda-roda, kemudian roda-roda digerakkan oleh mesin, mesin digerakkan oleh masinis, dan semua itu direncanakan, oleh yang menciptakan yaitu insinyur. Pertanyaan terakhir adalah : “Mungkinkah roda-roda, mesin, dan alat-alat kereta api itu mampu melihat yang menciptakan?” Jawabannya adalah insinyur itu sendiri yang mengetahui akan dirinya, sebab kereta api dan insinyur berbeda keadaan dan bukan perbandingan. Realitas instrumen kereta api tidak ada satupun yang serupa jika dibandingkan dengan keadaan realitas insinyur. Kemudian mengetahui keadaan realitas kereta api dari awal sampai akhir, merupakan kefanaan atau penafian bahwa realitas kereta api adalah ciptaan semata.
Realitas bahwa Dzat tuhan tidak bisa dibandingkan dengan sesuatu berlaku sampai di akhirat kelak. Walaupun Tuhan sendiri mengatakan bahwa manusia di alam surga akan melihat realitas Tuhan secara nyata atas eksistensi Tuhan, bukan berarti kita melihat dengan perbandingan pikiran manusia. Yang dimaksud melihat secara hak disini adalah kesadaran jiwa muthmainnah yang telah lepas dari ikatan alam atau kosmos.
WONG ALUS: Inikah yang disebut SUWUNG?
KI SUWUNG: Ya, atau biasa disebut FANA keadaan ini manusia dan alam seperti keadaan sebelum diciptakan yaitu keadaan masih kosong awang uwung atau SUWUNG kecuali DIA sendiri yang ada. Tidak ada yang mengetahui keadaan ini kecuali Tuhan sendiri.
Keadaan awal tidak ada yang wujud selain Tuhan, tidak ada ruang, tidak ada waktu, tidak ada alam apapun yang tercipta. Ada yang menarik dalam peristiwa “pertemuan” nabi Musa dengan Tuhan dulu. Itulah keadaan SUWUNG manusia dan alam. Yakni keadaan hancur luluh lantak keadaan gunung Thursina dan keadaan Musa EKSTASE jatuh PINGSAN. Setelah gunung itu hancur dan Musa-pun jatuh pingsan, TIDAK SATUPUN YANG TERLINTAS REALITAS APAPUN DIDALAM PERASAN MUSA DAN FIKIRANNYA, KECUALI IA TIDAK TAHU APA-APA. Yaitu realitas konsepsi manusia dan alam tidak ada (fana). Dalam keadaan inilah Musa melihat realita Tuhan, bahwa benar Tuhan tidak bisa dibandingkan oleh sesuatu apapun. Kemudian Musa kembali sadar memasuki realitas dirinya sebagai manusia dan alam. Musa berkata :aku orang yang pertama-tama beriman..dan percaya bahwa Tuhan tidak seperti konsepsi “saya”. Setelah kita mengetahui dan faham akan Dzat, sifat, dan perbuatan Tuhan, teranglah fikiran dan batin kita, sehingga secara gamblang kedudukan kita dan Tuhan menjadi jelas, yaitu yang hakiki dan yang bukan hakiki. Terbukalah mata kita dari ketidaktahuan akan Dzat. Ketidaktahuan inilah yang saya maksudkan dengan tertutupnya hijab, sehingga perlu disadarkan oleh kita sendiri dan kemudian mengenal-Nya (ma’rifat)
WONG ALUS: berarti prasangka terhadap Dia merupakan hijab ya ki?
KI SUWUNG: Begitulah kenyataannya. Tiada sesuatu benda yang MENUTUPI engkau dari Tuhan, tetapi yang menghijab engkau adalah PERSANGKAANMU ADANYA SESUATU DISAMPING TUHAN, sebab segala sesuatu selain dari Tuhan itu pada hakikatnya tidak ada sebab yang wajib ada hanya Tuhan, sedang yang lainnya terserah kepada belas kasihan Tuhan untuk diadakan atau ditiadakan.
Seorang arif berkata : Semua makhluk ini bagaikan adanya bayangan pohon di dalam air. Maka ia tidak akan menhalangi jalannya perahu. Maka hakikat yang sebenarnya tiada sesuatu benda apapun disamping Tuhan untuk menutupi pandanganmu dari Tuhan. Hanya engkau sendiri mengira bayangan itu sebagai Tuhan. Ibarat seseorang yang bermalam disuatu tempat, tiba-tiba pada malam hari ketika ia akan buang air, terdengar suara angin yang menderu masuk lobang sehingga persis sama dengan suara harimau, maka ia tidak berani keluar. Tiba pada pagi hari ia tidak melihat bekas-bekas harimau, maka ia tahu bahwa itu hanya tekanan angin yang masuk ke lobang, bukan tertahan oleh harimau, hanya karena perkiraan adanya harimau.
Pertanyaan demi pertanyaan timbul dari ketidaktahuan (hijab), kenyataaan bahwa Tuhan sangat dekat tertutup oleh kebodohan ilmu kita selama ini. Tuhan seakan jauh diluar sana sehingga kita tidak merasakan kehadiran-Nya yang terus menerus berada dalam kehidupan kita. Dari keterangan diatas menyimpulkan bahwa kita ternyata telah salah kaprah mengartikan sosok dzat selama ini, yang kita sangka adalah konsepsi “saya”, bukan konsepsi hakiki, yaitu wujud yang tak terbandingkan oleh perasaan, pikiran , mata hati, dan seterusnya. TUHAN KITA ADALAH TUHANNYA MUSA, … TUHANNYA IBRAHIM, … TUHANNYA ISA, TUHANNYA MUHAMMAD, TUHAN KITA SEMUA … YAITU YANG MAHA TAK TERJANGKAU OLEH APAPUN.
WONG ALUS: Wah, penjelasan Panjenengan sangat gamblang namun sangat sulit saya pahami ki. Saya hanya bisa merekam dalam tape recorder yang saya bawa ini. Mudah-mudahan nanti bila saya tuliskan di blog tidak salah tafsir. Ada pesan ki?
KI SUWUNG: Semoga atas ijin-Nya. Saya hanya berpesan kini saatnya kita KONSENTRASI kepada DZAT…bukan kepada SIFAT: Sembahlah AKU …, sehingga SUWUNGLAH DIRI DAN ALAM SEMESTA. Setelah kita mengetahui dan mengenal Tuhan secara ilmu, maka semakin mudahlah kita untuk memulai berkomunikasi dan berjalan menuju kepada-Nya. KITA TELAH MEYAKINI BAHWA KITA AKAN KEMBALI KEPADA-NYA SEKARANG. TIDAK BESOK LUSA ATAU KAPAN-KAPAN…. ^^^^^

MUSJAHADAH (PENYUCIAN DIRI) dan MANEKUNG KEPADA GUSTI ALLAH SWT

MUSYAHADAH (PENYUCIAN DIRI)

ILLAHI ANTA MAQSUDI WA RIDHOKA MADLUBI ( Hanya kepadaMU ya Allah hamba menuju dan hanya RidhoMU yang hamba harapkan)

Istilah penyucian diri sudah lama dikenal oleh orang jawa dengan istilah : Meditasi, Semedhi, Manekung mring Gusti Allah atau Jinggling marang Gusti Allah dan banyak istilah lagi yang tidak dapat disebutkan disini.
Kalau istilah islamnya ya Murokobah, Musyahadah atau Mujahadah. Ini yang sering beliau / Kanjeng Nabi Muhammad Rasulullah SAW. lakukan pada waktu naik/musyahadah ke Gua Hiro’.

Adapun secara ringkas perlu saya sampaikan hal-hal sbb. :

1. Carilah tempat yang tenang sokur-sokur sunyi dan duduklah dengan tenang (kalau di rumah bisa juga dengan mematikan lampu penerangan) jadi suasananya mirip di dalam gua.
2. Kendurkan semua urat syaraf, mulai dari ujung rambut di kepala, kepala, leher, pundak, kedua tangan, badan dan kaki. Semuanya dilakukan proses relaksasi (betul-betul relaks).
3. Tarik nafas perlahan-lahan, tahan dan hembuskan juga perlahan-lahan. Lakukan berulang kali sampai pikiran tenang. Buang semua pikiran-pikiran yang mengganggu seperti amarah dan berpikir negatif pada orang lain. Ketenangan dan kejernihan pikiran akan menghasilkan pemikiran yang benar/positif dan bermanfaat.
4. Sadari berbagai kesalahan diri yang pernah dilakukan, dan mohon ampunan terhadap kesalahan yang pernah dilakukan, kemudian perlahan pikirkan dan bayangkan bahwa diri sendiri disucikan kembali. Dan alam semesta juga disucikan kembali. Pikirkan dan bayangkan bahwa diri sendiri tenteram, dan duniapun tenteram. Bayangkan bahwa anda berbahagia dan orang lainpun berbahagia. Bayangkan bahwa anda sedang mengasihi umat manusia,mereka semua bergembira dan saling mengasihi antar sesama. Dan biarkan bayangan dan rasa ini tenggelam dalam batin.
5. Lepaskan emosi-emosi yang tidak diperlukan, jika datang pikiran jahat hadir usirlah dengan segera, dan hadirkan pikiran kebahagiaan hidup bersama orang lain, biarkan badan terasa bergetar karena emosi negatif lepas dari badan. Hal ini juga akan melepaskan belenggu yang bersifat ghaib dari badan dan pikiran.Biarkan pikiran menjadi tenang dalam waktu yang lama.
6. Selalulah niatkan bahwa anda sedang menyucikan diri sendiri dan menyucikan dunia. Rasakan selalu kebersamaan hidup dengan orang lain. Bila hadir dalam pikiran kesalahan orang lain yang membuat sakit hati ,ampuni / ma’afkan dia dengan hati ikhlas, perlahan pikiran akan menjadi tenang dan tentram kembali. Lakukan ini berulang kali pada hari-hari berikutnya. Perlahan namun pasti hal-hal ghaib negatif yang mencengkeram akan terusir dari dalam diri, dan sesungguhnya sang diri mulai disucikan. Dengan penyucian diri, maka alam semestapun disucikan, ingatlah makrokosmos berhubungan sangat erat dengan mikrokosmos.

Sesungguhnya dengan perilaku menganalisa batin kedalam,menyadari dunia dalam,maka alam semestapun akan bertindak sama, melakukan instrospeksi pada dirinya sendiri.
Dan instrospeksi diri inilah yang akan melakukan perbaikan.
Dalam kebeningan batin ,pemahaman petunjuk Tuhan jauh lebih mudah dipahami ,sehingga mudah dianalisis mana Tuhan yang Maha Pengasih yang sejati yang memberi kebahagiaan hidup, dan mana pula iblis yang menyamar dan hanya menjual kesesatan dan kesengsaraan dalam hidup. Dari pemahaman inilah seseorang akan bisa bersikap dengan benar pada kehidupan dirinya sendiri.
Demikian petunjuk eyang Dangu semoga ada manfaatnya.

Selasa, 24 Mei 2011

BELAJAR PADA SANG GURU SEJATI

Belajar Pada GURU SEJATI

Mau tidak mau, makhluk hidup harus mempercayai pada sesuatu yang ghaib. Apabila tidak mempercayai hal yang ghaib, berarti kita sudah tidak percaya pada GUSTI ALLAH. Lho kok bisa? Jelas bisa. Alasannya, bukankah GUSTI ALLAH itu ghaib? Antara manusia dan GUSTI ALLAH terdapat ribuan hijab yang menutupi sehingga kita tidak bisa melihatNYA secara langsung.

Bahkan kita tidak bisa merabaNYA karena GUSTI ALLAH itu sifatnya tidak wujud.Kalau wujud, berarti bukanlah GUSTI ALLAH.

Itulah yang harus kita jadikan sebagai pegangan agar kita tidak terperdaya dalam memahami dan menyembah pada yang bukan GUSTI ALLAH.

Nah, seperti dijelaskan GUSTI ALLAH lewat Al'Quran, ALLAH sendiri sangat dekat. GUSTI ALLAH dalam Al'Quran menjelaskan yang kurang lebih artinya, "Kalau engkau bertanya tentang AKU, AKU ini sangat dekat. Bahkan lebih dekat dari urat lehermu sendiri." Dari situlah kita bisa melihat bahwa GUSTI ALLAH itu dekat.

Pada tubuh seluruh manusia terdapat GUSTI ALLAH. Dimanakah posisiNYA? GUSTI ALLAH itu berada pada hati nurani yang paling dalam. Hati manusia dibagi menjadi 2 bagian yakni hati besar dan hati kecil. Perlu diketahui bahwa hati besar selalu berkata bohong, menghasut, iri, dengki dan lainnya. Sedangkan hati kecil selalu mengatakan hal-hal yang bersifat kebaikan, sabar, lembut dll.

Pada hati kecil itulah GUSTI ALLAH bersemayam. Namun kita tidak bisa memburu keberadaan GUSTI ALLAH dikarenakan adanya ribuan hijab yang menghalangi itu sendiri. GUSTI ALLAH akan menyatu dan menguasai tubuh kita, jika GUSTI ALLAH sendiri yang berkehendak.

Dalam pikiran manusia juga dibagi menjadi 2 yaitu pikiran materiil dan spirituil. Kalau pikiran materiil yang lebih menonjol, tentu manusia itu akan memburu hal-hal yang bersifat materiil seperti kekayaan, kemakmuran, pangkat, jabatan, lawan jenis dan lainnya. Namun kalau pikiran spirituil yang menonjol, maka seorang manusia boleh dikatakan hampir mirip dengan malaikat. Oleh karena itu, antara sisi materiil dan spirituil haruslah seimbang. Di satu sisi kita wajib bekerja untuk mencari materi, di sisi lain kita juga wajib untuk manembah dan memuji kebesaran GUSTI.

Untuk mendalami sisi spirituil, GUSTI ALLAH menciptakan piranti yang disebut dengan GURU SEJATI. Sebetulnya antara GUSTI ALLAH dan GURU SEJATI itu pada prinsipnya sama. Jika seseorang mulai memiliki keinginan dan kerinduan terhadap TUHAN, maka GURU SEJATI itulah yang akan memandu untuk lebih bisa mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH.

Bahkan banyak orang yang berpendapat bahwa GURU SEJATI yang ada pada manusia itu adalah NUR MUHAMMAD. Pendapat itupun ada benarnya. Pasalnya, manusia yang hidup di dunia ini selalu memiliki NUR MUHAMMAD. NUR MUHAMMAD itulah yang menjadi penghubung antara seorang manusia dengan GUSTI ALLAH.

Nah, biasanya GURU SEJATI itu senantiasa mengajarkan lewat kata hati kita. Ia senantiasa menggerakkan rasa dan hati kita untuk selalu mendekat kepada GUSTI. Bahkan tidak jarang GURU SEJATI juga mengajarkan apa yang harus dilakukan dalam sebuah ritual. GURU SEJATI bersemayam dalam rasa.

Contohnya, pernahkah Anda merasa kesepian walaupun berada di tengah keramaian? Nah, kalau Anda sedang dalam posisi seperti itu, cobalah untuk mendengarkan hati kecil Anda dan mengikuti rasa yang muncul. Sebab kata hati kecil dan rasa itu adalah GURU SEJATI Anda sendiri. Setiap manusia memiliki GURU SEJATI. Tergantung manusia itu sendiri apakah GURU SEJATI tersebut lebih banyak didengarkan ataupun lebih memilih untuk mendengarkan hati besar yang dipenuhi oleh setan.

Untuk itu, kenalilah GURU SEJATI Anda. Dengan mengenali GURU SEJATI Anda, maka Anda akan bisa selalu 'bermesraan' dengan GUSTI ALLAH. Paling tidak, rasa yang akan muncul adalah kedamaian dan ketentraman yang ada dalam diri Anda, meskipun Anda tidak memiliki uang. Penasaran? Coba Anda praktekkan sendiri

WEJANGAN NABI KHIDIR KEPADA KANJENG SUNAN KALIJOGO

Belajar dari Wejangan Nabi Khiddir pada Sunan Kalijaga

Banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari pengalaman hidup, baik itu pengalaman hidup pribadi maupun orang lain. Orang Jawa menyebut belajar pada pengalaman orang lain itu sebagai "kaca benggala". Nah, kini kita belajar pada pengalaman dari Kanjeng Sunan Kalijaga.

Ketika itu, Kanjeng Sunan Kalijaga yang juga dijuluki Syech Malaka berniat hendak pergi ke Mekkah. Tetapi, niatnya itu akhirnya dihadang Nabi Khidir. Nabi Khidir berpesan hendaknya Kanjeng Sunan Kalijaga mengurungkan niatnya untuk pergi ke Mekkah, sebab ada hal yang lebih penting untuk dilakukan yakni kembali ke pulau Jawa. Kalau tidak, maka penduduk pulau Jawa akan kembali kafir.

Bagaimana wejangan dari Nabi Khidir pada Kanjeng Sunan Kalijaga? Hal itu tercetus lewat Suluk Linglung Sunan Kalijaga. Inilah kutipan wejangannya:

Birahi ananireku,
aranira Allah jati.
Tanana kalih tetiga,
sapa wruha yen wus dadi,
ingsun weruh pesti nora,
ngarani namanireki

Timbullah hasrat kehendak Allah menjadikan terwujudnya dirimu; dengan adanya wujud dirimu menunjukkan akan adanya Allah dengan sesungguhnya; Allah itu tidak mungkin ada dua apalagi tiga. Siapa yang mengetahui asal muasal kejadian dirinya, saya berani memastikan bahwa orang itu tidak akan membanggakan dirinya sendiri.

Sipat jamal ta puniku,
ingkang kinen angarani,
pepakane ana ika,
akon ngarani puniki,
iya Allah angandika,
mring Muhammad kang kekasih.

Ada pun sifat jamal (sifat terpuji/bagus) itu ialah, sifat yang selalu berusaha menyebutkan, bahwa pada dasarnya adanya dirinya, karena ada yang mewujudkan adanya. Demikianlah yang difirmankan Allah kepada Nabi Muhammad yang menjadi Kekasih-Nya

Yen tanana sira iku,
ingsun tanana ngarani,
mung sira ngarani ing wang,
dene tunggal lan sireki iya Ingsun iya sira,
aranira aran mami

Kalau tidak ada dirimu, Allah tidak dikenal/disebut-sebut; Hanya dengan sebab ada kamulah yang menyebutkan keberadaan-Ku; Sehingga kelihatan seolah-olah satu dengan dirimu. Adanya AKU, Allah, menjadikan dirimu. Wujudmu menunjukkan adanya Dzatku

Tauhid hidayat sireku,
tunggal lawan Sang Hyang Widhi,
tunggal sira lawan Allah,
uga donya uga akhir,
ya rumangsana pangeran,
ya Allah ana nireki.

Tauhid hidayah yang sudah ada padamu, menyatu dengan Tuhan. Menyatu dengan Allah, baik di dunia maupun di akherat. Dan kamu merasa bahwa Allah itu ada dalam dirimu

Ruh idhofi neng sireku,
makrifat ya den arani,
uripe ingaranan Syahdat,
urip tunggil jroning urip sujud rukuk pangasonya,
rukuk pamore Hyang Widhi

Ruh idhofi ada dalam dirimu. Makrifat sebutannya. Hidupnya disebut Syahadat (kesaksian), hidup tunggal dalam hidup. Sujud rukuk sebagai penghiasnya. Rukuk berarti dekat dengan Tuhan pilihan.

Sekarat tananamu nyamur,
ja melu yen sira wedi,
lan ja melu-melu Allah,
iku aran sakaratil,
ruh idhofi mati tannana,
urip mati mati urip.

Penderitaan yang selalu menyertai menjelang ajal (sekarat) tidak terjadi padamu. Jangan takut menghadapi sakratulmaut, dan jangan ikut-ikutan takut menjelang pertemuanmu dengan Allah. Perasaan takut itulah yang disebut dengan sekarat. Ruh idhofi tak akan mati; Hidup mati, mati hidup

Liring mati sajroning ngahurip,
iya urip sajtoning pejah,
urip bae selawase,
kang mati nepsu iku,
badan dhohir ingkang nglakoni,
katampan badan kang nyata,
pamore sawujud, pagene ngrasa matiya,
Syekh Malaya (S.Kalijaga) den padhang sira nampani,
Wahyu prapta nugraha.

mati di dalam kehidupan. Atau sama dengan hidup dalam kematian. Ialah hidup abadi. Yang mati itu nafsunya. Lahiriah badan yang menjalani mati. Tertimpa pada jasad yang sebenarnya. Kenyataannya satu wujud. Raga sirna, sukma mukhsa. Jelasnya mengalami kematian! Syeh Malaya (S.Kalijaga), terimalah hal ini sebagai ajaranku dengan hatimu yang lapang. Anugerah berupa wahyu akan datang padamu.

Dari wejangan tersebut kita bisa lebih mengenal GUSTI ALLAH dan seharusnya manusia tidak takut untuk menghadapi kematian. Disamping itu juga terdapat wejangan tentang bagaimana seharusnya semedi yang disebut "mati sajroning ngahurip" dan bagaimana dalam menjalani kehidupan di dunia ini.

APAKAH ITU RASA

APAKAH ITU RASA ….??
Disunting dari blog Mas Kumitir
Banyak orang yang bertanya, mengapa dalam mempelajari Agama mesti harus mengenal Rasa ? Memang kalau hanya sampai pada tingkat Syariat, bab rasa tidak pernah dibicarakan atau disinggung. Tetapi pada tingkat Tarekat keatas bab rasa ini mulai disinggung. Karena bila belajar ilmu Agama itu berarti mulai mengenal siapa Sang Percipta itu.
Karena ALLAH maha GHOIB maka dalam mengenal hal GHOIB kita wajib mengaji rasa.
Jadi jelas berbeda dengan tingkat syariat yang memang mengaji telinga dan mulut saja.Dan mereka hanya yakin akan hasil kerja panca inderanya.Bukan Batin!
Bab rasa dapat dibagi dalam beberapa golongan .Yaitu : RASA TUNGGAL, SEJATINYA RASA, RASA SEJATI, RASA TUNGGAL JATI.
Mengaji Rasa sangat diperlukan dalam mengenal GHOIB.Karena hanya dengan mengaji rasa yang dimiliki oleh batin itulah maka kita akan mengenal dalam arti yang sebenarnya,apa itu GHOIB.
1. RASA TUNGGAL
Yang empunya Rasa Tunggal ini ialah jasad/jasmani. Yaitu rasa lelah, lemah dan capai. Kalau Rasa lapar dan haus itu bukan milik jasmani melainkan milik nafsu.
Mengapa jasmani memiliki rasa Tunggal ini. Karena sesungguhnya dalam jasmani/jasad ada penguasanya/penunggunya. Orang tentu mengenal nama QODHAM atau ALIF LAM ALIF. Itulah sebabnya maka didalam AL QUR’AN, ALLAH memerintahkan agar kita mau merawat jasad/jasmani. Kalau perlu, kita harus menanyakan kepada orang yang ahli/mengerti. Selain merawatnya agar tidak terkena penyakit jasmani, kita pun harus merawatnya agar tidak menjadi korban karena ulah hawa nafsu maka jasad kedinginan, kepanasan ataupun masuk angin.
Bila soal-soal ini kita perhatikan dengan sungguh-sungguh, niscaya jasad kita juga tahu terima kasih. Kalau dia kita perlakukan dengan baik, maka kebaikan kita pun akan dibalas dengan kebaikan pula. Karena sesungguhnya jasad itu pakaian sementara untuk hidup sementara dialam fana ini. Kalau selama hidup jasad kita rawat dengan sungguh-sungguh (kita bersihkan 2 x sehari/mandi, sebelum puasa keramas, sebelum sholat berwudhu dulu, dan tidak menjadi korban hawa nafsu, serta kita lindungi dari pengaruh alam), maka dikala hendak mati jasad yang sudah suci itu pasti akan mau diajak bersama-sama kembali keasal, untuk kembali ke sang pencipta. Seperti halnya kita bersama-sama pada waktu dating/lahir kealam fana ini. Mati yang demikian dinamakan mati Tilem (tidur) atau mati sempurna. Pandangan yang kita lakukan malah sebaliknya. Mati dengan meninggalkan jasad. Kalau jasad sampai dikubur, maka QODHAM atau ALIF LAM ALIF, akan mengalami siksa kubur. Dan kelak dihari kiamat akan dibangkitkan.
Dalam mencari nafkah baik lahir maupun batin, jangan mengabaikan jasad. Jangan melupakan waktu istirahat. Sebab itu ALLAH ciptakan waktu 24 jam (8 jam untuk mencari nafkah, 8 jam untuk beribadah, dan 8 jam untuk beristirahat). Juga dalam hal berpuasa, jangan sampai mengabaikan jasad. Sebab itu ALLAH tidak suka yang berlebih-lebihan. Karena yang suka berlebih-lebihan itu adalah Dzad (angan-angan). Karena dzad mempunyai sifat selalu tidak merasa puas.
2. SEJATINYA RASA
Apapun yang datangnya dari luar tubuh dan menimbulkan adanya rasa, maka rasa itu dinamakan sejatinya rasa. Jadi sejatinya rasa adalah milik panca indera:
1. MATA : Senang karena mata dapat melihat sesuatu yang indah atau tidak senang bila mata melihat hal-hal yang tidak pada tenpatnya.
2. TELINGA : Senang karena mendengar suara yang merdu atau tidak senang mendengar isu atau fitnahan orang.
3. HIDUNG : Senang mencium bebauan wangi/harum atau tidak senang mencium bebauan yang busuk.
4. KULIT : Senang kalau bersinggungan dengan orang yang disayang atau tidak senang bersunggungan dengan orang yang nerpenyakitan.
5. LIDAH : Senang makan atau minum yang enak-enak atau tidak senang memakan makanan yang busuk.
3. RASA SEJATI
Rasa sejati akan timbul bila terdapat rangsangan dari luar, dan dari tubuh kita akan mengeluarkan sesuatu. Pada waktu keluarnya sesuatu dari tubuh kita itu, maka timbul Rasa Sejati. Untuk jelasnya lagi Rasa Sejati timbul pada waktu klimaks/pada waktu melakukan hubungan seksual.
4. RASA TUNGGAL JATI
Rasa Tunggal Jati sering diperoleh oleh mereka yang sudah dapat melakukan Meraga Sukma (keluar dari jasad) dan Solat Dha’im.
Beda antara Meraga Sukma dan Sholat Dha’im ialah :
1. Kalau Meraga Sukma jasad masih ada.batin keluar dan dapat pergi kemana saja.
2. Kalau Sholat Dha’im jasad dan batin kembali keujud Nur dan lalu dapat pergi kemana saja yang dikehendaki. Juga dapat kembali / bepergian ke ALAM LAUHUL MAKHFUZ.
Bila kita Meraga Sukma maupun sholat Dha’im, mula pertama dari ujung kaki akan terasa seperti ada “aliran“ yang menuju ke atas / kekepala. Pada Meraga sukma, bila “aliran“ itu setibanya didada akan menimbulkan rasa ragu-ragu/khawatir atau was-was. Bila kita ikhlas, maka kejadian selanjutnya kita dapat keluar dari jasad, dan yang keluar itu ternyata masih memiliki jasad. Memang sesungguhnyalah, bahwa setiap manusia itu memiliki 3 buah wadah lagi, selain jasad/jasmani yang tampak oleh mata lahir ini. Pada bagian lain bab ini akan kita kupas.Kalau sholat Dha’im bertepatan dengan adanya “Aliran“ dari arah ujung kaki, maka dengan cepat bagian tubuh kita akan “Menghilang“ dan kita akan berubah menjadi seberkas Nur sebesar biji ketumbar dibelah 7 bagian. Bercahaya bagai sebutir berlian yang berkilauan. Nah, rasa keluar dari jasad atau rasa berubah menjadi setitik Nur. Nur inilah yang disebut sebagai Rasa Tunggal Jati. Selain itu, baik dalam Meraga Sukma maupun Sholat Dha’im. Bila hendak bepergian kemana-mana kita tinggal meniatkan saja maka sudah sampai. Rasa ini juga dapat disebut Rasa Tunggal Jati. Sebab dalam bepergian itu kita sudah tidak merasakan haus, lapar, kehausan, kedinginan dan lain sebagainya. Bagi mereka yang berkeinginan untuk dapat melakukan Meraga Sukma dianjurkan untuk sering Tirakat/Kannat puasa. Jadikanlah puasa itu sebagai suatu kegemaran. Dan yang penting juga jangan dilupakan melakukan Dzikir gabungan NAFI-ISBAT dan QOLBU. Dalam sehari-hari sudah pada tahapan lillahi ta’ala.
Hal ini berlaku baik mereka yang menghendaki untuk dapat melakukan SHOLAT DHA’IM. Kalau Meraga Sukma mempergunakan Nur ALLAH, tapi bila SHOLAT DHA’IM sudah mempergunakan Nur ILLAHI. Karena ada Rasa Sejati, maka Rasa merupakan asal usul segala sesuatu yang ada. Oleh sebab itu bila hendak mendalami ilmu MA’RIFAT Islam dianjurkan untuk selalu bertindak berdasarkan rasa. Artinya jangan membenci, jangan menaruh dendam, jangan iri, jangan sirik, jangan bertindak sembrono, jangan bertindak kasar terhadap sesame manusia, dll. Sebab dihadapan Tuhan Yang Maha Kuasa, kita ini semua sama , karena masing-masing memiliki rasa. Rasa merupakan lingkaran penghubung antara etika pergaulan antar manusia, juga sebagai lingkaran penghubung pergaulan umat dengan Penciptanya. Rasa Tunggal jati ini mempunyai arti dan makna yang luas. Karena bagai hidup itu sendiri. Apapun yang hidup mempunyai arti. Dan apapun yang mempunyai arti itu hidup. Sama halnya apapun yang hidup mempunyai Rasa. Dan apapun yang mempunyai Rasa itu Hidup.
Dengan penjelasan ini, maka dapat diambil kesimpilan bahwa yang mendiami Rasa itu adalah Hidup. Dan Hidup itu sendiri ialah Sang Pencipta/ALLAH. Padahal kita semua ini umat yang hidup. Jadi sama ada Penciptanya. Oleh sebab itu, umat manusia harus saling menghormati, tidak saling merugikan, bahkan harus saling tolong menolang dll.
Dan hal ini sesuai dalam firman ALLAH : “HAI MANUSIA! MASUKLAH KALIAN DALAM PERDAMAIAN, JANGAN BERPECAH BELAH MENGIKUTI LANGKAH SYAITAN, SESUNGGUHNYA SYAITAN ITU MUSUHMU YANG NYATA”
Alang alang kumitir

ALAM SADAR DAN ALAM BAWAH SADAR

ALAM SADAR dan BAWAH SADAR
MENGGALI POTENSI DIRI SEJATI
Disunting dari www.sabdalangit.com
Telah lama diteliti bahwa selama hidupnya, manusia hanya menggunakan kurang dari 10% potensi diri yang tersembunyi di dalam otak. Bahkan sebagian besar manusia menggunakannya di bawah bilangan 5%. Lalu kemana yang 90% ? Jawabannya adalah potensi diri tersebut menunggu untuk digali. Dua dekade terakhir, penelitian tentang potensi diri manusia mengalami peningkatan yang signifikan. Semakin banyak metode-metode up to date dengan hasil penelitian yang mengungkap potensi diri dengan cara pengembangan potensi otak manusia. Bagaimanakah hubungan antara potensi diri atau potensi otak ini dengan kehidupan anda ? Pada realitasnya keduanya mempunyai hubungan yang erat sekali. Hal ini berarti, kemampuan anda untuk mengoptimalkan daya otak anda akan sangat membantu anda untuk meraih target kesuksesan anda.
JEMPUTLAH ANUGERAH TUHAN DENGAN POTENSI DIRI
Potensi diri manusia sungguh luar biasa dahsyatnya. Lihatlah hasil karya potensi diri manusia di muka bumi ini. Meliputi berbagai bidang disiplin ilmu mengeksplorasi luasnya jagad besar, teori-teori fisika dan kimia yang membuat manusia mampu pergi menjelajah ke bulan, mengeksplorasi luasnya angkasa luar, meluncurkan satelit dengan kemampuan membaca setiap detil peta bumi secara lengkap dan jelas, menciptakan pesawat terbang super canggih, pesawat ulang alik nan menghebohkan, menciptakan kapal selam super power, menemukan jejaring internet yang membuat dunia ini serasa mengkerut seolah-olah bagaikan dalam genggaman tangan. Begitu juga eksplorasi ke dalam jagad kecil yang teramat rumit dan njelimet, temuan-temuan dalam bidang ilmu biologi, kimia mikro dan teknologi medis yang membuat manusia mampu menciptakan organ-organ tubuh imitasi yang dapat mengganti fungsi organ ciptaan Tuhan yang telah rusak. Ilmu ekonomi yang mampu membuat imperium bisnis sangat besar dan kuat, digabung dengan ilmu sosial dan politik mampu menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat di berbagai negara belahan bumi Eropa. Semua itu merupakan buah karya potensi diri manusia. Dahulu, sesuatu yang tampaknya sebagai kodrat yang tak bisa lagi dirubah (diwiradat), kini manusia semakin membuktikan diri mampu membuat temuan-temuan dan hasil karya yang menakjubkan. Meciptakan lensa mata imitasi menggantikan lensa asli yang rusak terkena katarak, menganti jantung manusia dengan binatang, bahkan dengan alat pemacu jantung seseorang mampu bertahan hidup puluhan tahun.
Bukankah tugas manusia di bumi ini untuk membaca, memahami, lalu menghayati bahasa dan ilmu Tuhan yang Mahaluas tiada batasnya itu. Bukankah setiap ada kesulitan, manusia selalu tertantang berikhtiar menemukan jalan keluarnya. Maka tak heran bila dalam teknologi elektronika-metafisika, manusia telah menemukan alat penyadap keberadaan roh halus dan eksistensi makhluk gaib yang kasat mata.
Perkembangan potensi manusia tentunya tidak akan berkembang pesat, apabila mental spiritual, mental pikiran masih terbelenggu oleh sistem nilai di alam bawah sadar. Agama pun sesungguhnya bukan untuk mengungkung mental, mengurung kesadaran dan kebebasan berfikir, serta membelenggu kemampuan jelajah spiritual manusia. Sebaliknya, sungguh ideal di saat mana agama dipahami sebagai guidance (pemandu jalan) agar potensi dan prestasi manusia mampu mengembangkan potensi berfikirnya secara maksimal, dengan orientasi yang terarah, bermanfaat sebagai rabbul alamin, berkah bagi alam semesta dan seluruh isinya. Peran semua agama bukan untuk membatasi perkembangan potensi diri, kreatifitas dan inovasi manusia. Melainkan menjaganya agar jangan sampai inovasi manusia disalahgunakan sehingga membuat kerusakan-kehancuran di muka bumi. Sebagai contoh, bila Anda percaya bahwa Tuhan itu ya rabbul alamin maka dinamit bukan untuk membunuh manusia, melainkan untuk menciptakan energi yang dimanfaatkan bagi kesejahteraan umat, serta menjaga dan melestarikan anugrah Tuhan berupa lingkungan alam.
Dapat dibayangkan apabila manusia mampu mendayagunakan potensi diri yang lebih besar lagi, hingga mencapai 50 % nya saja. Sebab biar seberapapun kemajuan dan kedahsyatan potensi manusia seperti contoh di atas, kenyataannya bagian yang 90% potensi masih terpendam di dalam diri dan dibiarkan sia-sia begitu saja. Maka tugas kita adalah bisa membuka, menggali, mengenali, mengembangkan, lalu memanfaatkan potensi diri lebih baik daripada hari ini. Bukan untuk mengejar kepentingan pribadi, melainkan untuk menggapai kebaikan yang lebih utama, yakni menghayati makna yaa rabbul alamin, dengan memanfaatkan hidup kita agar berguna bagi sesama, seluruh makhluk, dan lingkungan alam. Apabila prinsip ini Anda terapkan dalam keluarga, niscaya keluarga anda akan harmonis, tenteram, selamat, sejahtera, dan selalu kecukupan rejeki. Kalis ing rubeda, nir ing sambekala. Terlindung dari segala kefakiran.
Demikian pula apabila hal serupa terjadi di dalam lingkup wilayah yang lebih luas : kelurahan, kecamatan, kabupaten, propinsi, dan negara, maka ketidak-tentraman, kekisruhan, perselisihan, percekcokan, konflik di antara warga bangsa, antara pemimpin dengan rakyatnya, antar pemimpin dengan pemimpin lainnya, hampir pasti selalu berakibat tertutupnya pintu rejeki dan pintu-pintu anugrah yang disiapkan Tuhan. Nasib bukan tergantung Tuhan, tetapi tergantung pada diri kita sendiri. Tuhan telah meletakkan dan menyiapkan rejeki serta anugrah “di suatu tempat” dan tugas kita adalah menjemputnya.
Untuk mengembangkan potensi dalam diri, terdapat 3 unsur utama di dalam kepribadian manusia yang harus dipahami. Ketiga unsur tersebut sangat menentukan potensi diri dan menjadi faktor penentu kesuksesan seseorang :
1. Sistem Kepercayaan : Merupakan faktor yang menentukan pola pikir (mind set). Sistem kepercayaan mencakup seperangkat nilai, sesuatu yang dianggap berharga, segala sesuatu yang diyakini, dan segala sesuatu yang dianggap benar.
2. Pola Pikir (mind set) atau Båwå : disebut pula sistem berfikir merupakan faktor penentu sistem perilaku atau kepribadian seseorang (behavior). Menentukan bagaimana seseorang mengambil atau menentukan suatu tindakan. Pola pikir akan menentukan respon terhadap segala sesuatu yang terjadi di dalam diri (inner world) maupun lingkungan sosial dan lingkungan alamnya.
3. Sistem perilaku / Kepribadian (behavior) atau Solah : adalah faktor yang menentukan tata cara berinteraksi atau penentu perbuatan terhadap dunia luar, lingkungannya, atau segala sesuatu peristiwa di dalam diri dan lingkungan sosialnya.
Sistem kepercayaan dan pola pikir ditampung dalam memori alam pikiran bawah sadar. Alam bawah sadar bagaikan stockpile atau database yang menyimpan banyak potensi diri. Alam pikiran bawah sadar dapat muncul dalam kondisi darurat dan bekerja secara spontan. Untuk itu perlu diketahui apakah alam bawah sadar itu?
ALAM BAWAH SADAR
Alam bawah sadar bukan berarti tiadanya kesadaran. Sebaliknya, justru di situlah kesadaran level tinggi (high consciousness) berada. Hanya saja kenapa disebut alam pikiran bawah sadar karena yang menilai adalah pikiran sadar kita yang belum memahami kesadaran pikiran bawah sadar kita sendiri. Apabila anda telah sukses mengoptimalkan alam pikiran bawah sadar, maka alam pikiran bawah sadar sudah tidak ada lagi, karena alam pikiran sadar anda telah menyadari apa yang menjadi kehendak alam pikiran bawah sadar. Berdasarkan pengukuran melalui alat yang dinamakan Electro-encepalograph dan perangkat eletronis pengukur kinerja otak lainnya, pada dasarnya otak memiliki 4 Fase Gelombang yaitu Bheta, Alpha, Theta, dan Delta.
Bheta
Fase gelombang otak pada frekuensi/cyclon 12 – 40 Hz/Second. Di saat mana anda sedang sangat aktif seperti mengobrol, mengerjakan sesuatu, gugup/gelisah atau keadaan aktif lainnya. Beta sangat diperlukan jika kita harus memikirkan beberapa hal sekaligus, tapi tidak jika kita ingin menyerap informasi secara cepat.
Alpha
Fase gelombang otak pada frekuensi/cyclon 12-8 Hz/Second. Fase otak penuh kreatifitas, di mana otak dalam keadaan yang lebih rileks. Fase ini sangat baik untuk belajar, menyerap informasi, melakukan terapi, mempercepat proses penyembuhan, meningkatkan kekebalan tubuh, juga mengurangi stress mental-emosional dan fisik. Sering disebut sebagai keadaan Meditasi Dasar. Fase alpha merupakan jembatan antara kesadaran bheta dengan theta. Pada saat semedi/meditasi Anda dapat menangkap sinyal-sinyal akurat yang dipancarkan oleh kesadaran theta.
Theta
Fase gelombang otak pada frekuensi/cyclon 8-4 Hz/Second. Fase gelombang otak yang lebih dalam, yaitu saat anda meditasi atau trance. Fase ini sangat bagus untuk proses auto-sugesti/auto-hypnosis. Pada fase inilah mimpi terjadi, sehingga dengan teknolgi yang mampu mengontrol fase ini, anda dapat memperoleh mimpi “Extra-Sensory Perception” atau biasa disebut kewaskitaan/wangsit. Melalui fase ini anda dapat menemukan jawaban yang tepat atas suatu permasalahan yang rumit dan berat. Dapat mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi, tanpa harus susah payah melakukan penelitian dan pengumpulan data terlebih dulu.
Delta
Fase gelombang otak pada frekuensi/cyclon 4-0,1Hz/Second. Delta merupakan fase gelombang otak yang terakhir dan paling dalam. Keadaan ini diperoleh saat anda tidur nyenyak atau keadaan koma. Dengan mampu mengontrol fase ini, anda dapat memperoleh kondisi tidur yang nyenyak dan berkualitas. Dengan teknik tertentu, fase ini dapat menghubungkan theta Anda dengan Energi Kesadaran Astral yang diberikan Tuhan. Melalui fase ini pulalah anda dapat mewujudkan energi pikiran menjadi materi. Bahkan dapat weruh sadurunge winarah.
DAPATKAH PIKIRAN SADAR MENYADARI ALAM BAWAH SADAR ?
Gelombang otak pada frekuensi bheta dan alpha berada di level alam pikiran sadar. sedangkan frekuensi theta dan delta disebut sebagai alam pikiran bawah sadar. Sekali lagi, bukan berarti tidak adanya kesadaran otak/pikiran. Melainkan disebut alam bawah sadar, karena kesadaran delta dan theta belum mampu dipahami oleh alpha dan beta (pikiran sadar). Fungsi alam bawah sadar merupakan stockphile atau memory card yang menampung dan menyimpan “bahan-bahan” jadi hasil olahan pikiran sadar yang sudah terseleksi oleh RAS (reticular activating system). Sedangkan pikiran sadar berfungsi sebagai “mesin produksi” bahan “olahan jadi” tersebut. Tugas pikiran sadar mengolah pemaknaan, lalu disaring mana yang dianggap memiliki nilai/value untuk dimasukkan ke dalam alam bawah sadar. Sementara itu cara kerja RAS adalah sebagai berikut :
• Data-data (stimulan) diolah oleh rasio/pikiran sadar, lalu masuk ke pikiran bawah sadar melalui proses penyaringan diri, dinamakan RAS (reticular activating system).
• RAS tidak hanya menerima bahan jadi dari pikiran sadar. Bahan jadi yang telah diberi nilai pikiran sadar sebagai bahan jadi negatif atau bahan jadi positif.
• RAS bekerja otomatis tergantung pada kondisi gelombang otak, pemikiran dan emosi. Fungsi RAS adalah menginstalasi dan uninstalasi program ke atau dari dalam alam bawah sadar.
• Kejadian /peristiwa bersifat netral bebas nilai. Sementara itu yang memberi nilai adalah pikiran sadar.
Persoalannya, bagaimana kita memilih program yang bermanfaat, bagaimana menentukan program positif. Positif bernilai universal dan positif bernilai individual. Program positif individual akan dipengaruhi oleh stimulus yang berasal dari luar diri. Sementara itu, program positif universal bersumber dari rahsa sejati yang menciptakan stimulan dalam otak sebelah kanan (spiritual spot). Misalnya nilai universal hukum sebab akibat yang memandang Puncak dari penyebab (penyebab sejati) dari seluruh kejadian di alam semesta ini disebut sebagai Tuhan (God) atau Causa Prima. Sesuatu yang ada (being) namun keberadaanya (eksistensi) tidak disebabkan oleh apapun juga.
Pernahkan anda merasa sudah tahu lebih dulu apa yang menjadi jawaban atas suatu kejadian sebelum rasio/logika anda melakukan analisa ? Jika pernah, berarti alam bawah sadar anda sedang bekerja. Bekerjanya alam bawah sadar tentu saja terpisah dari bekerjanya alam/pikiran sadar. Sehingga terkdang anda heran sendiri, manakala menyadari keputusan spontan anda ternyata benar dan tepat padahal tanpa melibatkan analisa rasio anda lebih dulu. Hal itu terjadi karena alam bawah sadar anda merupakan bentuk kesadaran tinggi yang tidak disadari oleh rasio/alam sadar anda. Kecepatan dan kemampuan analisanya jutaan kali lebih cepat dibandingkan dengan kemampuan rasio/logika alam pikiran sadar anda sendiri. Alam bawah sadar sudah memuat data-data yang telah diolah menjadi bahan jadi. Sewaktu-waktu diperlukan, dalam kondisi rilek, konsentrasi, hening. Kesadaran alam pikiran bawah sadar, ditandai dengan ide-ide yang inspiratif. Bila kita terbiasa mengolah keseimbangan antara alam sadar dan bawah sadar, kita akan mampu berfikir jernih, cepat, tepat, akurat walau dalam keadaan tertekan dan genting.
Pertanyaannya kemudian, apa saja faktor yang mempengaruhi sistem kepercayaan ? Tentu saja sistem kepercayaan tidaklah mandiri berdiri sendiri, atau tiba-tiba ada. Berikut ini beberapa faktor yang sangat mempengaruhi sistem kepercayaan seseorang :
1. Lingkungan terdekat misalnya : keluarga, orang-tua, saudara kandung, teman bermain, kelompok sosial, golongan, aliran/mazab. Misalnya kita memeluk salah satu agama bukan karena pilihan, namun karena faktor-faktor kebetulan. Misalnya mengikuti agama orang tua, disebut juga sebagai agama warisan. Lalu dikembangkan sebagai keyakinan mutlak.
2. Lingkungan sosial-budaya. Meliputi kebudayaan masyarakat, sistem kepercayaan, falsafah/pandangan hidup, sub-kultur atau pola-pola perilaku masyarakat, lingkungan sosial-ekonomi misalnya agraris, maritim, atau industri.
3. Generalized other. Atau figur yang dijadikan tulada/suri tauladan.
4. Pengalaman spirit & tingkat pemahaman spiritual masing-masing individu.
Ada dua pertanyaan, barangkali anda dapat menjawabnya :
1. Lantas dari mana alam bawah sadar anda memiliki guru yang paling efektif menjadi pembimbing ?
2. Apa bedanya alam bawah sadar milik seorang yang mendayagunakan “guru sejati”, dengan orang yang hanya mengandalkan rasio saja ?
Manusia Linuwih
Manusia linuwih tidak lantas berarti orang yang sakti mandraguna. Linuwih adalah memiliki kelebihan dibanding rata-rata orang. Kelebihan itu terletak pada prinsip keseimbangan. Sebagaimana keseimbangan yang ada di dalam mikrokosmos (jagad kecil atau diri pribadi) dan keseimbangan yang ada dalam makrokosmos (jagad besar atau alam semesta). Pada galibnya, hubungan keduanya juga saling cross cuting harmony atau saling silang-menyilang dalam hubungan yang seimbang. Yakni, manusia selaras, sinergis, dan harmonis dengan alam semesta (manjing ajur ajer dengan pusaka hasta brata) atau kesimbangan mikro-makro kosmos. Di sini pembahasan saya tekankan pada adanya keseimbang di dalam mikro-kosmos terutama pada keseimbangan gelombang otak. Keseimbangan antara gelombang beta, alpha, tetha, dan delta. Untuk menyelarasakan 4 gelombang tidaklah mudah, karena banyaknya kendala yang harus dilenyapkan. Oleh sebab itu untuk menyeimbangkan gelombang otak, perlu proses pelatihan dengan menerapkan beberapa teknis melatih diri.
Manfaat Stimulasi Penyeimbangan Gelombang Otak
• Memprogram ulang pola pikiran dan perasaan anda menjadi mudah meraih sukses.
• Menjadi lebih produktif dan kreatif
• Menjadi lebih relaks dan bebas stress
• Meraih sukses lebih cepat di bidang apapun
• Mearaih kredit poin lebih tinggi pada prestasi kerja anda
• Memiliki daya tangkap dan daya ingat lebih baik, cepat, kuat dan permanen
• Memiliki kepercayaan diri lebih baik
• Memiliki kemampuan komunitas bisnis dan sosial yg lebih baik
• Mampu memecahkan berbagai masalah secara kreatif
• Menghilangkan berbagai macam kebiasaan dan tabiat buruk
• Emosi dan mood lebih stabil
• Meningkatkan kemampuan otak
• Meraih hasil-hasil tersebut (perubahan diri) dalam waktu lebih cepat dan singkat.
www.sabdalangit.com

WISATA GUNUNG SRANDIL - CILACAP - JAWA TENGAH

WISATA RELIGI GUNUNG SRANDIL
Gunung Srandil adalah tempat yang memberikan inspirasi bagi sebagian orang yang mengunjunginya, selain pantai yang indah, gunung yang kecil ini juga masih sangat kental dengan kharisma mistiknya, berada di Karangbenda, 10km dari kota Adipala, kota kecil di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah
Selok dan Srandil yang Indah
Waktu aku kecil, Selok dan Srandil adalah nama sebuah tempat yang sangat indah, ya mungkin karena keterbatasaan ekonomi saja, maka aku dan teman2 kecilku selalu pergi ketempat ini tiap akhir pekan.

Gunung selok sebenarnya merupakan area hutan yang di kelola oleh Perum Perhutani KPH Banyumas Timur dengan luas hampir 236, 7 Ha yang merupakan sebuah bukit yang ada di wilayah Desa Karangbenda Kecamatan Adipala dengan ketinggian sekitar 150 meter diatas permukaaan laut .
Untuk menuju gunung selok dapat dicapai dengan kendaraan penumpang bus atau angkutan pedesaan atau kendaraan pribadi dari terminal Adipala, dulu aku dan teman2 bersepeda dari rumahku di Penggalang.
Aku begitu menikmakti setiap pergi ketempat ini, kami biasa menghabiskan waktu di Jambe Lima, Jambe Pitu dan juga kaendran, konon tempat ini juga favorit orang nomor satu di Indonesia saat itu. Karena waktu itu, aku masih kecil aku masih takut dan tidak berani untuk masuk ke dalam go’a alam atapun go’a2 peninggalan Jepang ada di sini.
Selain itu pantai selok juga sangat indah, karena merupakan pertemuan antara sungai dengan laut, orang menyebutnya bedahan, kalau pagi airnya sangat dangkal, tap menjelang sore air baiasanya makin dalam, hawanya pun cukup sejuk, apalagi kalau lagi bulan puasa, anak2 biasanya ngabuburit sambil menikmati sunset disini.

Disamping wisata alam dan budaya , di sini juga terdapat wisata spiritual atau religius karena di gunung srandil dan selok hampir setiap hari dikunjungi orang untuk berziarah bukan oleh masyarakat sekitar saja tetapi sampai keluar Jawa seperti Sumatra, Kalimantan, Bali. dan Sulawesi, maka yang berkunjung tujuannya bermacam-macam. Para peziarah biasanya berkunjung atau bertapa pada Malam Jumat Kliwon atau Selasa Kliwon pada Bulan Syura.



Di Gunung Srandil banyak petilasan orang-orang yang dianggap mempunyai kedigdayaan yang linuwih atau kemampuan melebihi orang lain yang dikenal sebagai tokoh- tokoh orang sakti mandraguna. Dari kemampuannya, kesaktiannya itu maka tempat-tempat yang di singgahi dianggap keramat dan disakralkan.
Nah itulah sekelumit cerita tentang keindahan selok dimasa lalu, yang sekarang sudah mengalami perusakan akibat penjarahan pada jatuhnya era Pak Harto, aku hanya berharap semoga masih banyak orang yang peduli dengan keindahan alam, sayang banget, karena kadang kita butuh nostalgia…………..

Disamping wisata alam dan budaya juga terdapat wisata spiritual atau religius antara lain di gunung srandil dan selok .
Gunung srandil merupakan salah satu bukit yang ada di Glempangpasir Kecamatan Adipala jarak antara obyek wisata dengan Kota Cilacap 30 Km kearah timurlaut dan relatif mudah ditempuh dengan kendaraan penumpang bus umum jurusan Cilacap-Jatijajar-Kebumen atau kendaraan pribadi karena jalannya sudah beraspal dan dekat dengan jalan lintas selatan-selatan.

Gunung Srandil setiap hari dikunjungi orang untuk berziarah oleh karena tempat tersebut tidak hanya dikenal oleh masyarakat sekitar saja tetapi sampai keluar Jawa seperti Sumatra, Kalimantan, Bali. dan Sulawesi, maka yang berkunjung tujuannya bermacam-macam. Para peziarah biasanya berkunjung atau bertapa pada Malam Jumat Kliwon atau Selasa Kliwon pada Bulan Syura.

Konon menurut cerita penghuni pertama Gunung Srandil adalah Sultan Mukhriti putra kedua dari Dewi Sari Banon Ratu Sumenep Jawa Timur .
Kedatangan Sultan itu untuk bertapa namun Sultan Mukhriti murca (menghilang) yang ada tinggal petilasannya yang terletak di sebelah timur yang di kenal dengan Embah Gusti Agung Sultan Mukhriti.


Selain itu juga ada legenda rakyat yang pertama bermukim di gunung Srandil adalah dua orang bernama Kunci Sari dan Dana Sari, mereka adalah prajurit Pangeran Diponegoro yang tidak mau menyerah kepada bala tentara Belanda. Mereka melarikan diri ke Gunung Srandil untuk bersembunyi dan meninggal di sini . Makam kedua prajurit tersebut berada di sebelah timur Gunung Srandil dalam satu komplek yang dipagar keliling yang kemudian hari, Kunci Sari dikenal dengan nama Sukma Sejati

Di Gunung Srandil banyak petilasan orang-orang yang dianggap mempunyai kedigdayaan yang linuwih atau kemampuan melebihi orang lain yang dikenal sebagai tokoh- tokoh orang sakti mandraguna. Dari kemampuannya, kesaktiannya itu maka tempat-tempat yang di singgahi dianggap keramat dan disakralkan.

Adapun petilasan-petilasan yang ada di Gunung Srandil adalah Mbah Kanjeng Gusti Agung, Nyai Dewi Tanjung Sekarsari, Kaki semar Tunggul Sabdojati Dayo amongrogo, Juragan Dampo Awang, Kanjeng Gusti Agung Akhmat atau Petilasan Langlang Buwana yang berada diatas bukit dan petilasan Hyang Sukma Sejati.

SYEH JUMADIL KUBRO - TROLOYO - TROWULAN - MOJOKERTO

SYEH JUMADIL KUBRO



Makam Troloyo - Mojokerto

Lokasi Kompleks Makam Tralaya terletak di Dusun Sidodadi, Desa Sentonorejo, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Daerah ini kurang lebih 15 km di sebelah barat kota Mojokerto.

Kepurbakalaan Tralaya merupakan pekuburan Islam Kuno di Kota Kerjaan Majapahit. Tralaya berasala dari kata Sentra dan Pralaya, Sentra berarti Tegal (Tanah LApang), sedangkan Pralaya/laya berarti rusak/mati. Kedua kata disingkat menjadi Tralaya yang berarti Tanah Lapang untuk orang Mati (Pekuburan / Makam)

Makam Tralaya merupakan bukti adanya komunitas muslim di dalam kota kerajaan Majapahit. Bukti ini di dukung oleh sumber tertulis berupa Kidung Sunda yg menguraikan tentang Pasukan Kerajaan Sunda yg akan mengantarkan Puteri Raja Sunda sebagai calon pengantin untuk Raja Hayam Muruk. Pasukan terdiri dari 4 orang utusan diiringi 300 orang punggawa. Utusan ini masuk ke ibukota Majapahit dan berjalan ke arah selatan sampai MAsjid Agung yg terletak di Palawiyan, selanjutnya berjalan lagi ke arah Timur dan Selatan.






Sayyid Jumadil Kubro

A. Silsilah
Sayyid Jumadil Kubro adalah salah seorang ulama' (Waliyulloh) yang memiliki karomah cukup besar. Beliau adalah seorang yg mempunyai garis keturunan cukup dekat dari Rosululllah SAW. Beliau dilahirkan pada tahun 1349 M di sebuah daerah di kota Samarkhand, dekat kota Bukhoro yang merupakan wilayah negara Azarbaizan (Negara bekas kekuasaan Uni Soviet)

Disana beliau di didik dan dibesarkan oeh Ayahanda Sayyid Zainul Khusen, sampai akhirnya beliau menikah dikaruniai tiga putra. Adapun ketiga putra bliau adalah;

1. Sayyid Ibrahim (Ibrahim As Samakhandi)
2. Maulana Iskha'
3. Sunan Aspadi yang dikimpoi oleh Raja Rum


Sayyid Jumadil Kubro memberi tugas pada anak-anaknya untuk melakukan da'wah kepada negara'' lain terutama yg belum memeluk Islam. Sedangkan Sayyid Irohim diberi tugas untuk da'wah ke negeri Cempa (Muangthai), Anak kedua Maulana Iskak diberi tugas ke Pasai untuk memperdalam imunya dan berdakwah di darah Pajajaran (Jabar). Beliau lbih dikenal dengan Syech Awwalul Islam. Akhirnya beliau dijodohkan dngan anak raja mundiwangi yg bernama Raden Ayu Retnokusumo.

Dari penikahanya beliau mempunyai dua orang anak;
1. Syarif Hidayatulloh (Sunan Gunung Jati)
2. Dewi Saroh yang dinikahi Sunan Kalijaga.

B. Datang ke Chempa

Pada tahun 1399 M Sayyid Jumadil Kubro datang ke Chempa. Kedatangan beliau ke sana utuk bertujuan berdakwah sambl berdagang. Di Chempa (Muangthai) sebelumnya telah ada kgiatan dakwah Islam yg dilakukan sejak tahun 1395 M oleh Maulana Ibrahim yg beliau adalah putra dari Sayyid Jumadil Kubro Sayyid Ibrahim menikah dengan Dewi Candrawulan yg merupakan putri dari Kuntoro (Raja Chempa). Dari pekimpoian itu beliau dikaruniai dua putra yaitu;
1. Sayyid Ali Rohmatulloh (yang sekarang dikenal dengan Sunan Ampel)
2. Sayyid Ali Murtadho atau disebut Raja Panditho (beliau bertempat tinggal di kerajaan Chempa)








Makam Tumenggung Satim Singomoyo
Sejatining Jati
Pohon Jati yang dibalut pohon Apak dan pohon Beringin
Kesulitan Sayyid Jumadil Kubro di dalam mengembangkan ajaran Islam di Pulau Jawa agak berkurang setelah beliau bertemu dengan seorang Tumenggung Mojopahit yang bernama Tumenggung Satim Singomoyo. Karena hanya beliaulah seorang pejabat kerjaan yg bisa diajak musyawarah tentang keulitannya di dalam berdakwah utk mengembangkan ajaran Islam.

RUKUN ISLAM SYECH SITIJENAR

RUKUN ISLAM SYEH SITI JENAR
Hakekat Rukun Islam Menurut Syekh Siti Jenar

1. Syahadat (Sasahidan Ingsun Sejati)
Selama ini, syahadat umumnya hanya dipahami sebagai bentuk mengucapkan kata “Asyhadu an la ilaha illa Allah, wa asyhadu anna Muhammad al-rasul Allah”. Dan karena hanya pengucapan, wajar jika tidak memiliki pengaruh apa-apa terhadap mental manusia. Siapapun toh dapat mengucapkannya, walau kebanyakan tidak memahaminya. Padahal makna sesungguhnya bahwa syahadat adalah “kesaksian” bukan “pengucapan” kalimat yang menyatakan bahwa ia telah bersaksi.
Ketika kita mengucakan kata “Allah”, maka kata ini harus hadir dan lahir dari keyakinan yang mendalam. Pada saat pengucapan, kita harus yakin bahwa Allah “ada” pada diri nabi-Nya, dan bahwa setiap diri kita mampu membawa peran nabi tersebut. Dalam ma’rifat, nabi dan kenabian sebagai suatu hal yang selalu hidup. Dan ketika person nabi terakhir diberi label “Muhammad”, maka ia adalah langsung dari nur dan ruh Muhammad, dan menyandang nama spiritual sebagai “Ahmad”. Dan ketika kata “Ahmad” disebutkan, Nabi Muhammad sering mengemukakan bahwa “ana Ahmad bila mim” (aku adalah Ahmad yang tanpa mim), yakni “Ahad”. Ketika suku bangsa dzahir “arab” disebutkan, beliau sering mengemukakan “ana ‘arabun bila “Ain”, (aku adalah “Arab tanpa ‘Ain), yakni “Rabb”. Inilah kesaksian itu, atau syahadat.
Kalau kita membayangkan nabi secara fisikal maka kita akan menghayalkan tentang nabi. Nah, pada saat Allah kita rasakan hadir atau bersemayam dalam diri Nabi yang berada di kedalaman lubuk hati kita, maka terlepaslah ucapan “Muhammad al-Rasul Allah” sebagai kesaksian. Lalu kesaksian ini kita lepaskan ke dalamDzat Allah. Sehingga kemudian tercipta apa yang disebut sebagai “Tunggal ing Allah hiya kang amuji hiya kang pimuji”, kemanunggalan dengan Allah sehingga baik yang memuji dan yang dipuji tidak dapat dipisahkan.
Pada konteks syahadat yang seperti itulah kemudian lahir ajaran tentang “wirid sasahidan” dari Syekh Siti Jenar, dalam bentuk pengucapan hati sebagai berikut (Sholikhin: 2004, 182-183)
Ingsun anakseni ing datingsun dhewe
Satuhune ora ono pangeran among ingsun
Lan nekseni satuhune Muhammad iku utusaningsun
Iya sejatine kang aran Allah iku badaningsun
Rasul iku rahsaningsun
Muhammad iku cahyaningsun
Iya ingsun kang urip tan kena ing pati
Iya ingsun kang eling tak kena lali
Iya ingsun kang langgeng ora kena owah gingsir ing kahanan jati
Iya ingsun kang waskitha ora kasamaran ing sawiji-wiji
Iya ingsun kang amurba amisesa, kang kawasa wicaksana ora kekurangan ing pakerti
Byar
Sampurna padhang terawangan
Ora kerasa apa-apa
Oa ana katon apa-apa
Mung ingsun kang nglimputi ing alam kabeh
Kalawan kodratingsun.

Artinya:
Aku bersaksi di hadapan Dzat-ku sendiri
Sesungguhnya tiada tuhan selain Aku
Aku bersaksi sesungguhnya Muhammad itu utusan-Ku
Sesungguhnya yang disebut Allah itu badan-Ku
Rasul itu rasa-Ku
Muhammad itu cahaya-Ku
Akulah yang hidup tidak terkena kematian
Akulah yang senantiasa ingat tanpa tersentuh lupa
Akulah yang kekal tanpa terkena perubahan di segala keadaan
Akulah yang selalu mengawasi dan tidak ada sesuatupun yang luput dari pengawasan-Ku
Akulah yang maha kuasa, yang bijaksana, tiada kekurangan dalam pengertian
Byar
Sempurna terang benderang
Tidak terasa apa-apa
Tidak kelihatan apa-apa
Hanya aku yang meliputi seluruh alam
Dengan kodrat-Ku

Sebagaimana telah dikemukakan, bahwa kesaksian tersebut diperoleh berdasarkan lelaku. Maka setelah lahirnya kesaksian tersebut juga harus disertai dengan lelaku pula. Yaitu diikuti dengan semedi atau dzikir rasa sehingga kemudian dapat mengalami mati dalam hidup dan hidup dalam mati. Dzikir seperti ini dilakukan dengan meng-heneng-kan diri dan mengheningkan cipta serta karsa sehingga kembali tercipta kesatuan hati, pikiran dan rasa hidup. Hal ini dilakukan dengan menyatukan pancaindera, memejamkan mata dan mengarahkannya ke pucuk hidung (pucuking ghrana), sambil menyatukan denyut jantung, harus diatur pula pernapasan yang masuk dan keluar jangan sampai tumpang tindih.
Biasanya praktik sasahidan ini akan berujung pada bercampurnya rasa hati dan hilangnya segenap perasaan. Kalau sudah mencapai kondisi ini, maka harus diturunkan ke dalam jiwa dan menyebar ke seluruh sel-sel dan syaraf tubuh. Sehingga akan tercapailah ketiadaan rasa apapun dan akan memunculkan sikap ke-waskitha-an (eling lan waspadha).
Dengan demikian wajar jika pada kesimpulannya tentang makna syahadat, Syekh Siti Jenar memberikan makna syahadat sebagai etos gerak, etos kerja yang positif, progresif, dan aktif. Syekh siti jenar mengemukakan bahwa syahadat tauhid dan syahadat rasul mengandung makna jatuhnya rasa (menjadi etos), kesejatian rasa (unsur motorik), bertemunya rasa (ide aktif dan kreatif), hasil karya yang maujud serta dampak terhadap kesejatian kehidupan (Sholikhin: 2004, 187). Itulah makna syahadat yang sesungguhnya dari sang insan kamil.
2. Sholat
“Peliharalah shalatmu dan shalat wustha. Berdirilah untuk Allah (dalam shalat) yang khusyuk” (QS Al. Baqarah/ 2:238). Ini adalah penegasan dari Allah tentang kewajiban dan keharusan memelihara shalat, baik segi dzahir maupun batin dengan titik tekan “khusyuk”, kondisi batin yang mantap.
Secara lahir, shalat dilakukan dengan berdiri, membaca Al-Fatihah, sujud, duduk dsb. Kesemuanya melibatkan keseluruhan anggota badan. Inilah shalat jasmani dan fisikal. Karena semua gerakan badan berlaku dalam semua shalat, maka dalam ayat tersebut disebut shalawaati (segala shalat) yang berarti jamak. Dan ini menjadi bagian pertama, yakni bagian lahiriah.
Bagian kedua adalah tentang shalat wustha, yaitu yang secara sufistik adalah shalat hati. Wustha dapat diartikan pertengahan atau tengah-tengah. Karena hati terletak di tengah, yakni di tengah “diri”, maka dikatakan shalat wustha sebagai shalat hati. Tujuan shalat ini adalah untuk mendapatkan kedamaian dan ketentraman hati. Hati terletak di tengah-tengah, antara kiri dan kanan, antara depan dan belakang, atas dan bawah, serta antara baik dan jahat. Hati menjadi titik tengah, poin pertimbangan. Hati juga diibaratkan berada diantara dua jari Allah, dimana Allah membolak-balikkannya ke mana saja yang ia kehendaki. Maksud dari dua jari Allah adalah dua sifat Allah, yaitu sifat Yang Menghukum dan Meng-adzab dengan sifat Yang Indah, Yang Kasih Sayang, dan Yang Lemah Lembut.
Sholat dan ibadah yang sebenarnya adalah sholat serta ibadahnya hati, kondisi khusyu’ menghadapi kehidupan. Bila hati lalai dan tidak khusyuk, maka jasmaniahnya akan berantakan. Sehingga kalau ini terjadi, kedamaian yang didambakan akan hancur pula. Apalagi shalat jasmani hanya bisa dicapai dengan hati yang khusyuk. Kalau hati tidak khusyuk, serta tidak dapat konsentrasi pada arah yang dituju dari shalat, maka hal itu tidak bisa disebut shalat. Juga tidak akan dapat dipahami apa yang diucapkan, dan tentu apa pun yang dilakukan dengan bacaan dan gerakannya tidakakan bisa mengantarkan sampai kepada Allah.
Urgensi ke-khusyuk-an ini berhubungan dengan inti shalat sebagai doa. Doa atau munajat, bukan sekedar permintaan hamba kepada Allah, akan tetapi berarti juga sebagai arena pertemuan. Dan tempat pertemuan itu adalah di dalam hati. Maka jika hati tertutup di dalam shalat, tidak peduli akan makna shalat rohani, shalat yang dilakukan tersebut tidak akan memberikan manfaat apa pun. Sebab semua yang dilakukan jasmaninya sangat tergantung kepada hati sebagai Dzat untuk badan. “Ingatlah bahwa dalam tubuh itu ada sekeping daging, apabila daging itu baik, baiklah seluruh tubuh itu. Dan apabila ia rusak, rusak pulalah semua tubuh itu. Daging itu adalah hati. “ (sabda Rasulullah)
Ke-khusyuk-an hati akan membawa sholat yang menghasilkan kesehatan hati. Shalat khusyuk akan menjadi obat bagi hati yang rusak dan jahat serta berpenyakit. Maka shalat yang baik haruslah dengan hati yang sehat dan baik pula, bukan dengan hati yang rusak, yakni hati yang tidak dapat hadir kepada Allah.
Jika shalat dari sisi jasmaniah-fisik memiliki keterbatasan dalam semua hal, baik tempat, waktu, kesucian badan, pakaian, dsb, maka shalat dari segi rohaniah tidak terbatas dan tidak dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu. Shalat secara rohaniah tidak terikat oleh ruang dan waktu. Shalat ini selalu dilakukan terus menerus sejak di dunia hingga akhirat. Masjid untuk shalat rohani terletak dalam hati. Jamaahnya terdiri dari anggota-anggota batin atau daya-daya rohaniah yang ber-dzikir dan membaca al-asma’ al-husna dalam bahasa alam rohaniah. Imam dalam shalat rohani adalah kemauan atau keinginan (niat) yang kuat. Dan kiblatnya adalah Allah. Inilah shalat tarek dan sholat daim yang diajarkan oleh Syekh Siti Jenar.
Shalat yang demikian itu hanya dapat dilakukan oleh hati yang ikhlas, hati yang tidak tidur, dan hati yang tidak mati. Hati dan jiwa seperti itu kekal dan selalu beribadah atau shalat ketika jasmaninya sedang tertidur atau terjaga. Ibadah hati dilakukan sepanjang hayat, dan sepanjang hayatnya adalah untuk beribadah.
Inilah ibadah orang yang sudah mencapai ma’rifatullah, tempat penyucian tertinggi. Di tempat itu, ia ada tanpa dirinya. Karena dirinya telah fana’, telah hilang lenyap. Ingatannya yang teguh dan suci tercurah hanya kepada Allah.
Namun tentu saja ini berlaku setelah semua shalat-shalat fardhu dan nawafil dilaksanakan secara konsisten. Jadi, tempat suci tersebut baru bisa dijangkau setelah semua shalat syari’at itu sempurna, lalu masuk ke dalam shalat thariqat dan ma’rifat. Maka tidak bisa diartikan bahwa jika sudah berada di tingkatan ini, lalu tidak lagi melakukan shalat sama sekali. Bahkan sering dalam shalat itulah mereka mengalami fana’ dalam munajat-nya sehingga ibadah yang dilakukannya itu menyita banyak waktu. Hanya saja bentuk shalat dalam arti gerakan dan bacaan tertentu sudah tidak mengikat lagi. Shalat ditegakkan atas kemerdekaan rohani dalam menempuh laku menuju Allah.
Pada tingkatan ini tidak ada lagi bacaan di mulut. Tidak ada lagi gerakan berdiri, ruku’, sujud, dsb. Dia telah berbincang dengan Allah sebagaimana firman-Nya “Hanya Engkau yang kami sembah, dan hanya Engkaulah kami memohon pertolongan” (QS Al-Fatihah/1: 5)
Firman tersebut menunjukkan betapa tingginya kesadaran insan kamil, yakni mereka yang telah melalui beberapa tingkatan alam rasa dan pengalaman rohani sehingga tenggelam dalam lautan tauhid atau Ke-Esaan Allah dan ber”padu” dengan-Nya. Nikmat yang mereka rasakan saat itu tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Hanya orang yang mengalaminya yang dapat mengalaminya yang dapat mengartikan kenikmatan tersebut. Namun mereka pun sering tidak mau mengungkapkannya. Tidak ingin membocorkan rahasia Ketuhanan yang tersimpan di dalam lubuk hatinya oleh Allah.
Hal tersebut sama halnya dengan hakikat takbir, yang bukan semata-mata ucapan “Allahu Akbar”. Takbir merupakan pengucapan yang lahir dari firman Allah yang memuji kebesaran Dzat-Nya. Jadi, takbir sebenarnya merupakan suara Tuhan yang meminjam mulut hamba-Nya. Bukan hasil dari dorongan emosional. Karenanya, takbir sejati adalah menyatakan kebesaran Allah dari af’al Allah sendiri. Takbir sejati merupakan penghayatan diri terhadap sifat Allah. Dan takbir sejati adalah penyebutan nama-Nya yang lahir dari kehendak-Nya semata. Dengan takbir yang demikian itu maka yang lain menjadi sangat kecil, dan menjadi tidak ada. Yang ada hanya Allah. Ke mana pun kita menghadap yang ada hanya Wajah Allah.
Maka setelah berpadu ibadah lahir dan batin secara harmonis, sempurnalah ibadah seseorang. Hati dan ruh seperti tergambar itu membawanya masuk ke Hadirat Allah. Hatinya ber”padu” mesra dengan Allah. Dalam alam nyata ia menjadi hamba yang wara’ dan ‘alim. Dalam alam rohani ia menjadi ahli ma’rifah yang telah sampai pada peringkat kesempurnaan mengenal Allah. Inilah makna bahwa shalat adalah perjalanan menuju Allah. Hasilnya adalah bahwa shalat yang dilaksanakan mencegah perilaku yang keji dan munkar. Sebaliknya menghasilkankehalusan dan kemuliaan budi dan perilaku.
Jika shalat telah dihilangkan makna hakikatnya, hanya menjadi sekedar pelaksanaan hukum fikih sebagaimana tampak pada kebanyakan manusia dewasa ini, maka shalat tersebut telah kehilangan makna fungsionalnya. Hal inilah yang telah mendatangkan kritik tajam dari Syekh Siti Jenar.
Sadat salat pasa tan apti
Seje jakat kaji mring Mekah
Iku wes palson kabeh
Nora kena ginugu
Sadayeku durjaning bumi
Ngapusi liyan titah
Sinung swarga besuk
Wong bodho anu auliya
Tur nyatane pada bae durung uning
Artinya:
Syahadat, sholat, puasa semua tanpa makna
Termasuk zakat dan haji ke Mekah
Itu semua telah menjadi palsu
Tidak bisa dijadikan anutan
Hanya menghasilkan kerusakan di bumi
Membohongi makhluk lain
Hanya ingin surga kelak
Orang bodoh mengikuti para wali
Sementara kenyataannya sama saja belum mencapai tahapan hening
Syekh Siti Jenar mengkritik pelaksanaan hukum fikih pada masa walisanga karena ibadah-ibadah formal tersebut telah kehilangan makna dan tujuan, kehilangan arti, dan hikmah kehidupan. Hal itu menjadikan semua ajaran agama yang diajarkan oleh para ulama ketika itu menjadi kebohongan yang meninabobokkan publik dengan hanya menginginkan surga kelak yang belum ada kenyataanya.
Oleh karenanya Syekh Siti Jenar mengajarkan praktik shalat fungsional, berbeda dengan para wali pada masanya. Shalat tarek sebagai bentuk ketaatan syari’at, dan shalat daim sebagai shalat yang tertanam dalam jiwa, dan mewarnai seluruh pekerti kehidupan. Seseorang yang melaksanakan pekerjaan profesionalnya secara benar, disiplin, ikhlas, dan karena melaksanakan fungsi lillahi ta’ala, maka orang tersebut disebut melaksanakan shalat. Itulah bagian dari shalat da’im.
Namun ternyata, ajaran shalat fungsional tersebut tidak hanya menjadi milik Syekh Siti Jenar. Di dalam Suluk Wujil bait 12-13, sebuah naskah yang ditulis pada awal abad ke-17, yang disebut-sebut sebagai warisan ajaran Sunan Bonang, menyebutkan ajaran shalat sebagai berikut:
Utamaning sarira puniki
Angrawuhana jatining salat
Sembah lawan pamujine
Jatining salat iku
Dudu ngisa tuwin magerib
Sembahyang araneka
Wenange punika
Lamun aranana salat
Pun minangka kekembanging salat daim
Ingaran tata krama
Endi ingaran sembah sejati
Aja nembah yen tan katingalan
Temahe kasor kulane
Yen sira nora weruh
Kang sinembah ing donya iki
Kadi anulup kaga
Punglune den sawur
Manuke mangsa kenaa
Awekasa amangeran adan sarpin
Sembahe siya-siya.
Artinya:
Unggulnya diri itu mengetahui hakikat shalat, sembah dan pujian. Shalat yang sebenarnya bukan mengerjakan shalat Isya dan maghrib. Itu namanya sembahyang. Apabila itu disebut shalat, maka hanyalah hiasan dari shalat daim. Hanyalah tata krama . manakah yang disebut shalat yang sesungguhnya itu? Janganlah menyembah jikalau tidak mengetahui siapa yang disembah. Akibatnya dikalahkan oleh martabat hidupmu. Jika didunia ini engkau tidak mengetahui siapa yang disembah, maka engkau seperti menyumpit burung. Pelurunya hanya disebarkan, tapi burungnya tak ada yang terkena tembakan. Akibatnya cuma menyembah ketiadaan, suatu sesembahan yang sia-sia.
Maka jelaslah bahwa shalat lima waktu yang hanya dilakukan berdasarkan ukuran formalitas, hanya sebentuk tata krama, aturan keberagamaan. Sementara shalat daim yang merupakan shalat yang sebenarnya. Yakni, kesadaran total akan kehadiran dan keberadaan Hyang Maha Agung di dalam dirinya, dan dia merasakan dirinya sirna. Sehingga semua tingkah lakunya adalah shalat. Diam, bicara, dan semua gerak tubuhnya merupakan shalat. Wudhu, membuang air besar, makan dan sebagainya adalah tindakan sembahyang. Inilah hakikat dari niat sejati dan pujian yang tiada putus. Ya, shalat yang mampu membawa pelakunya untuk menebar kekejian dan ke-mungkar-an. Mampu menghadirkan rahmatan lil ‘alamin.
3. Puasa
Puasa dalam ketentuan syariat adalah menahan diri dari makan, minum dan bersetubuh. Sejak masuk subuh hingga masuk waktu maghrib. Sedangkan puasa dari segi rohani bermakna membersihkan semua pancaindera dan pikiran dari hal-hal yang haram, selain menahan diri dari perkara-perkara yang membatalkannya yang telah ditetapkan dalam puasa syariat. Dalam puasa harus diusahakan keduanya berpadu secara harmonis.
Puasa dari segi rohani akan batal bila niat dan tujuannya tergelincir kepada sesuatu yang haram, walau hanya sedikit. Puasa syari’at berkait dengan waktu, tetapi puasa rohani tidak pernah mengenal waktu. Terus menerus dan berlangsung sepanjang hayat du dunia dan akhirat. Inilah puasa yang hakiki, seperti yang dikenal oleh orang yang hati dan jiwanya bersih. Puasa adalah pembersihan diatas pembersihan.
Puasa tidak bermakna kalau tidak membawa pelakunya kepada kedekatan terhadap Allah. Orang awam akan cepat berbuka begitu waktu buka tiba. Tetapi orang yang rohaninya ikut berpuasa, tidak akan pernah berhenti berpuasa secara rohani walaupun secara fisik ia juga berbuka sebagaimana orang lain.
Jika orang awam merasakan kebahagiaan berpuasa saat berbuka dan pada saat melihat datangnya bulan Syawal setelah satu bulan berpuasa penuh, maka lain bagi orang yang ‘arif. Orang yang telah berma’rifat lebih mengutamakan dimensi spiritual. Ia akan menganggap kenikmatan berbuka adalah pada waktu kelak ia memasuki taman surga dan menikmati segala hal di dalamnya. Sedangkan maksud kenikmatan ketika melihat adalah kenikmatan yang diperoleh bila mereka dapat melihat Allah dengan matahati sebagai salah satu efek dari puasanya.
Namun masih ada jenis puasa yang lebih tinggi, yakni puasa hakiki atau puasa yang sebenarnya. Puasa ini memiliki martabat yang lebih bagus dari kedua puasa diatas. Puasa ini adalah puasa menahan hati dari menyembah, memuji, memuja, dan mencari ghairullah (yang selain Allah). Puasa ini dilakukan dengan cara menahan mata hati dari memandang ghairullah, baik yang lahir maupun yang batin. Namun walaupun seseorang telah sampai kepada tahapan puasa hakiki, puasa wajib tetap dibutuhkan sebagai aplikasi syari’atnya, dan sebagai cara serta sarana menggapai kesehatan fisik. Sebaliknya, jika puasa hanya memenuhi ketentuan syariat, maka “iku wis palson kabeh”, hanya sebentuk kebohongan beragama semata. Puasa merupakan tindakan rohani untuk mereduksi watak-watak kedzaliman, ketidakadilan, egoisme, dan keinginan yang hanya untuk dirinya sendiri. Inilah yang diajarkan Syekh Siti Jenar. Buahnya adalah kejujuran terhadap diri sendiri, orang lain dan kejujuran di hadapan Tuhan tentang kenyataan dan eksistensi dirinya.
Dalam puasa hakiki, hati dibutakan dari pandangan terhadap ghairullah dan tertuju hanya kepada Allah serta cinta kepada-Nya. Dengan puasa hakiki inilah esensi penciptaan akan terkuak. Manusia adalah rahasia Allah dan Allah rahasia bagi manusia. Rahasia itu berupa nur Allah. Nur itu adalah titik tengah (centre) hati yang diciptakan dari sesuatu yang unik dan gaib. Hanya ruh yang tahu semua rahasia itu. Ruh juga menjadi penghubung rahasia antara Khaliq dan makhluk. Rahasia itu tidak tertarik dan tidak pernah menaruh cinta kepada selain Allah. Dengan puasa hakiki, ruh itu diaktifkan. Oleh karenanya jika ada setitik dzarrah pun cinta terhadap ghairullah, batallah puasa hakiki. Jika puasa hakiki batal maka kita mengulanginya, menyalakan kembali niat, dan harapan kepada Allah di dunia dan akhirat. Puasa hakiki hanyalah menempatkan Allah di dalam hati, menjalani proses kemanunggalan meng-Gusti-kan perwatakan kawula.
Dengan puasa hakiki, maka kita akan menyadari bahwa sebenarnya puasa merupakan hadiah Allah untuk umat manusia. Sehingga bagi hamba Allah yang telah mencapai ma’rifat, akhirnya puasa wajib dan sunnah bukanlah berbeda. Secara lahiriah keduanya memang berbeda dari segi waktu dan cara pelaksanaannya, akan tetapi secara batiniah, esensi kedua jenis puasa itu tidak berbeda. Dengan berpuasa secara hakiki, tidak ada sekat wajib atau sunnah lagi, yang ada adalah menikmati hadiah dari Allah bagi rohani kita.
Sehingga dengan pemahaman dan pelaksanaan puasa yang seperti itu, maka akhirnya puasa tersebut akan mampu menjadi katalisator bagi hawa nafsu kita, dan hati akan semakin berkilau oleh bilasan nurullah. Ia akan menjadi motor penggerak bagi ruh al-idhafi, sebagai efek kebeningan hatinya yang dengan itulah keseluruhan kehidupan akan ditunjukkan menuju kearah al-Haqq, Illahi Rabbi.
Bagi Syekh Siti Jenar, puasa hakiki akan melahirkan watak manusia yang pengasih. Mengantarkan kesadaran untuk selalu ikut berperan serta mengangkat harkat dan derajat kemanusiaan, berperan aktif memerangi kemiskinan, dan selalu menyertai sesama manusia yang berada dalam penderitaan. Puasa hakiki adalah kesadaran batin untuk menjadikan hawa nafsu sebagai hal yang harus dikalahkan, dan ke-dzalim-an sebagai hal yang harus ditundukkan.
Oleh Syekh Siti Jenar, puasa secara lahir disubstitusikan dengan kemampuan untuk melaparkan diri. Bukan sekedar mengatur ulang pola makan di bulan Ramadhan, tetapi mampu “ngelakoni weteng kudu luwe”, membiasakan diri lapar, bukan membiarkan kelaparan. Sehingga terciptalah sistem masyarakat yang terkendali hawa nafsunya. Dan tentu saja, Syekh Siti Jenar tidak memaknai “kudu luwe” sebagai alasan lembeknya manusia secara fisik. Hal tersebut harus dikontekstualisasikan dengan kecukupan gizi yang harus terpenuhi bagi aktivitas fisik. Yang terpenting adalah kemauan dan kesadaran untuk berbagi, untuk tidak hanya memuaskan apa yang menjadi tuntutan hawa nafsunya.
4.Zakat
Syekh Siti Jenar memberikan makna aplikatif zakat sebagai sikap menolong orang lain dari penderitaan dan kekurangan. Menolong orang lain agar dapat hidup, menikmati hidup, sekaligus mampu bereksis menjalani kehidupan. Syekh Siti Jenar sendiri bertani yang merupakan pekerjaan favorit pada masa hidupnya. Namun tidak semua masyarakat petani berhasil hidupnya sebagaimana pula tidak selalu berhasil baik dari panennya. Yang tidak berhasil panennya tentu mengalami kekurangan bahkan kelaparan. Syekh Siti Jenar selalu membantu mereka yang kurang berhasil tadi dengan memberikan sebagian hasil panennya dari tanahnya yang luas kepada mereka itu. Inilah yang disebut sebagai zakat secara fungsional.
Suka memberi adalah sifat-Nya, dan Dia senang melihat hamba-Nya mencontoh sifat suka memberi yang menjadi sifat-Nya itu. Perbendaharaan Tuhan tidak akan kosong, dan bila Allah memberi Dia akan memberi dengan tangan-Nya yang terbuka. “Barang siapa yang datang membawa amal yang baik, maka ia akan mendapat pahala sebanyak sepuluh kali lipat dari kita, dan barangsiapa yang datang membawa perbuatan yang jahat, dia tidak mendapatkan pembalasannya, melainkan yang seimbang dengan kejahatannya, sedangkan mereka sedikit pun tidak dianiaya.” (QS Al-An’am/6: 160)

Sebagaimana makna katanya, zakat memiliki kegunaan sebagai arena pembersihan harta dan jiwa. Terutama membersihkan dari keegoan, sehingga tujuan zakat rohani menjadi tercapai. “Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik maka Allah akan melipatgandakan balasan pinjaman itu untuknya, dia akan mendapatkan pahala yang banyak”.(QS Al Hadid/57:11). Inilah hakikat pahala zakat, baik jasmani maupun rohani.
Sehingga terhadap harta pinjaman dan titipan dari Allah, kita melakukan penyucian diri dengan mengeluarkan zakat, bersedekah, serta berbuat amal jariyah. Dalam hal inilah, patokan kita bukan sekedar patokan minimal 2,5%, namun bisa lebih dari itu. Bahkan para sufi terkadang berzakat 100% dari seluruh harta yang diterimanya. Selain ia membersihkan dari daki-daki dunia, ia juga memanjangkan umur dan menyelamatkan diri dari siksa sengsara akhirat. Betapa beruntungnya para pemilik harta yang menyedekahkan hartanya sehingga ia mendapatkan ganjaran yang tidak dapat ditebus dengan uang nantinya. “Mereka yang menyedekahkan hartanya kepada orang lain, hartanya tidak akan berkurang. Bahkan, harta itu akan bertambah, dan bertambah.” (Sabda Nabi).

Jadi, pemahaman sufi atas harta jelas. Harta dan semua yang ada adalah milik Tuhan. Manusia diberi limpahan-Nya agar digunakan sebagai alat bagi perjalanan rohaninya menuju Tuhan. “Kamu tidak akan sampai kepada ketaatan yang sempurna sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan itu, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS Ali Imran/3:92). Zakat bagi para sufi merupakan langkah untuk memberikan “kado” atau hadiah terindah untuk Tuhan, sekaligus untuk manusia dengan disertai kebersihan niat jiwa, dan kesucian hati. Tegasnya, sebagaimana dikemukakan Syekh Siti Jenar, zakat adalah kesediaan untuk menolong manusia yang kekurangan, baik harta fisik maupun harta rohani sehingga mereka terhindar dari kemiskinan, kekurangan, kelaparan fisik maupun spiritual. Betapa indahnya dunia jika dihuni manusia sufi seperti ini.
5.Haji
Haji menurut Islam-Jawa yang sebagian merupakan warisan ajaran Syekh Siti Jenar tidak lain adalah olah spiritual. Karena kalau hanya sekedar mengunjungi Makkah dalam arti fisik, bagi orang Islam-Jawa itu cukup dengan “ngeraga sukma”. Dalam arti seseorang mampu pergi ke Makkah kapan saja dia mau. Oleh karenanya, bagi mereka, Makkah letaknya bukanlah sebatas geografis, yakni terletak di Dataran Arab Saudi. Bagi Muslim-Jawa, Makkah berada di dalam spirit manusia yang tidak ditempuh dengan hanya menggunakan bekal rupiah. Hal ini dapat ditinjau dari ungkapan dalam Suluk Wijil:
Samana ngling Molana Maghribi
Singgih pakanira awangsal
Nora ing Mekah rekeh
Ing Mekah kulon iku
Mekah tiron wastanireki
Watu ingkang kinarya
Pangadhepan iku
Nabi Ibrahim akarya
Nusa Jawa yen tuwan tinggala kapir
Lan tuwan awangsul
Nora ana weruh ing Mekah iki
Alit mila teka ing awayah
Mang tekaa parane
Yen ana sangunipun
Tekeng Mekah tur dadi wali
Sangunipun alarang
Dahat dening ewuh
Dudu srepi dudu dinar
Sangunipun kang sura lagaweng pati
Sabar lila ing donya

Artinya:
Maulana Maghribi berkata demikian,” Baiklah engkau kembali, yang engkau cari tidak ada di Makkah. Makkah yang terletak di barat(Nusa Jawa) itu, Makkah tiruan namanya. Batu yang dibuat sebagai tempat menghadap adalah buatan Nabi Ibrahim. Jika Nusa Jawa engkau tinggalkan, akan menjadi kafir// Tak ada yang tahu dimana Makkah yang sebenarnya. Meski ia harus berjalan dari kecil hingga tua. Tak akan mencapai tujuan. Jika ada bekal sampai di Makkah dan menjadi Wali, maka bekalnya sangat mahal, sukar diperoleh. Bukan rupiah maupun dinar bekal tersebut. Tapi keberanian, kesanggupan mati, dan sabar serta ikhlas di dunia).

Dari penuturan suluk wujil tersebut, jelas bahwa haji adalah olah spiritual untuk mencapai keyakinan hidup yang hak, yaitu berani dan sanggup mati dalam kebenaran, serta sabar dan ikhlas dalam hidup di dunia. Dimana ruh masih terpenjara dalam wadaq ini. Hidup ikhlas adalah hidup tidak terkontaminasi nafsu berebut kuasa, harta, kelezatan hidup di dunia (Chodjim, 2002,209). Maka keikhlasan menjalani hidup menjadi tujuan dari haji. Untuk dapat ikhlas perlu laku atau olah spiritual.
Untuk mampu memperoleh laku yang benar, juga diperlukan keberanian dan kesanggupan memilih jalan yang diyakini benar. Sebagiannya adalah keberanian dan kesanggupan untuk hidup bersahaja dan bersih dari segala perbuatan yang tercela dan mungkar. Hati terbebas dari segala iri, dengki, dendam, kesumat, kikir dan tamak. Pikiran bersih dari keterikatan dengan kelezatan dunia. Rohani dimerdekakan, dan keberagamaan tidak terbelenggu oleh sekedar formalitas. Dan untuk itu semua dibutuhkan kesabaran, memiliki daya juang, dan tidak mudah menyerah dalam upaya mencapai tujuan. Tegar dan kokoh dalam perjuangan hidup yang benar, dan kemauan mempertahankan keyakinan atas kebenaran itu.
Di balik kesabaran itu, juga tersembul kemauan menjaga harmonisme segala hal di dunia ini. Tidak egois, tidak mau menang sendiri, tidak menyerobot hak orang lain. tidak mempermainkan kekuasaan, tidak melanggar hak-hak orang lain. ia selalu memperjuangkan hak hidup dengan tanpa mengorbankan hak orang lain. ia memperjuangkan haknya sekaligus hak orang lain.
Muslim Jawa dalam beragama tidak hanya terikat pada simbol. Sehingga termasuk Ka’bah misalnya, yang berada di Makkah hanya disebut sebagai tiruan yang dibuat manusia. Ka’bah yang sesungguhnya tidak diketahui letaknya karena berada di alam spiritual. Ka’bah diri berada di kedalaman ceruk hati. Oleh karenanya kebenaran dan kejujuran tidak harus diburu di Makkah, justru di Jawa juga menyediakan banyak ajaran spiritual yang jika ditinggalkan untuk memburu di Makkah, malah membuat orang Jawa akan menjadi kafir. Yakni akan kehilangan kebijaksanaan tradisional dan spiritualitas yang genuine dari kedalaman dirinya sendiri. Untuk menciptakan kesejahteraan, ketentraman, dan untuk mampu mendekati Tuhan, ternyata memang seharusnya tidak boleh meninggalkan kebijaksanaan yang berakar pada tradisi ritual dari bangsa lain. Allah menyediakan semua tempat dengan ragam hikmah (wisdom)-nya masing-masing. Untuk itulah konsep keberbedaan harus disatukan dalam kerangka lita’aruf (saling mengenal). Mereka yang mampu mengenal hikmah yang beragam itu disebut Allah sebagai mereka yang paling sanggup mencapai ketakwaan.